Tokyo, Ruangpers.com – Atlet tenis meja Mesir, Ibrahim Hamadtou, menjadi salah satu yang disorot di Paralimpiade Tokyo 2020.
Julukan Mr Impossible tersemat padanya karena sanggup tampil bermain tenis meja dengan mulut dan kakinya. Sosok Ibrahim Hamadtou disebut inspiratif oleh banyak khalayak. Dengan keterbataannya dia tetap percaya diri tampil di ajang terakbar Paralimpiade.
Bertanding di Paralimpiade jelas menegaskan Ibrahim jauh dari sosok sempurna. Kekurangan yang dimilikinya ialah dia tidak memiliki dua lengan.
Ibrahim sebenarnya terlahir dengan fisik sempurna seperti orang kebanyakan. Namun, dia tertabrak kereta api ketika berusia 10 tahun.
Semenjak itu Ibrahim kehilangan kedua lengannya karena harus diamputasi di rumah sakit. Bagi anak seusianya, hal itu jelas membuatnya terpuruk sehingga jarang bersosialisasi di lingkungan rumahnya. Berkali-kali Ibrahim mengasihani dirinya sendiri.
“Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini,” seolah kalimat penyemangat populer itu dimaknai dalam oleh Ibrahim. Perlahan dia mencoba bangkit sampai akhirnya jatuh cinta dengan olahraga tenis meja. Saat itu dia melihat sebuah meja di pusat pemuda setempat dan mencuri perhatian berkat kekurangan fisik tapi dibekali kegigihan dan bakatnya.
Kesempatan memukul bola tenis meja pun diberikan oleh Ibrahim pada usia 15 tahun. Hanya saja saat itu dia belum menggunakan mulut seperti sekarang. Dia sempat menjajal menggunakan lubang lengan, tapi tidak berhasil. Setelah beberapa kali percobaan, Ibrahim memberi upaya terakhir dengan menggigit gagang bet-nya.
Perlahan tapi pasti, Ibrahim belajar menggunakan bet di mulutnya. Dia melatih gerakan melekukan leher, pinggul, serta bahunya demi memukul dengan baik. Ibrahim jelas tidak lupa memanfaatkan kedua kakinya untuk bergerak lincah mengejar balasan bola lawan.
Untuk melakukan servis, dia menjepit bola dengan jari-jari kakinya, menjentikkannya ke udara dan memukulnya dengan tongkat pemukul mulutnya.
Dia hanya memakai satu sepatu saat bermain karena dia membutuhkan satu kaki telanjang untuk memegang bola. Tak ada yang menyangka gaya uniknya ini mengantarkan dia ke Paralimpiade Rio 2016.
Sebelumnya, Ibrahim memang sudah berprestasi. Dia melewati berbagai jatuh-bangun kejuaraan lokal, regional, dan internasional selama 28 tahun hingga mencapai ajang terbesar dunia ini.
Di usianya yang 48 tahun, saat ini Ibrahim menjadi salah satu atlet papan atas di Paralimpiade Tokyo 2020. Bahkan Federasi Tenis Meja Internasional memberikan apresiasi tinggi di akun sosial medianya berupa video permainan Ibrahim dengan reli yang kuat.
“Saya merasa senang bermain tenis meja,” kata Ibrahim dikutip dari laman The Australian, Selasa (7/9/2021). “Ketika saya berdiri di meja, saya mungkin melupakan segalanya. Saya merasa bahwa saya sedang berbicara dengan bola dan dia mendengarkan apa yang saya katakan. Saya benar-benar merasa seperti raja ketika saya di meja,” ucap atlet para tenis meja satu-satunya yang mewakili benua Afrika ini.
“Kekurangan tidak ada di lengan atau kaki. Disabilitas adalah tidak bertahan dalam apapun yang ingin Anda lakukan,” terang atlet yang pernah di ranking 32 dunia pada 2006.
“Salah satu kenangan terpenting yang tidak akan pernah saya lupakan adalah ketika salah satu teman saya mengatakan kepada saya untuk tetap berpegang pada sesuatu yang bisa saya lakukan. Pernyataan itu adalah percikan yang menghasilkan sesuatu di dalam diriku. Kemauan dan tekad. Saya ingin membuktikan kepadanya bahwa saya bisa berlatih olahraga,” ujarnya.
Sayangnya di Paralimpiade Tokyo 2020, Ibrahim belum beruntung. Dia kalah dua kali atas wakil China dan Korea Selatan di nomor individu. Sementara di nomor beregu, dia dan rekannya Sayed Mohamed kalah melawan Spanyol. Meskipun gagal meraih medali, sampai saat ini Ibrahim dipandang sebagai sosok yang menginspirasi banyak orang berkat kegigihannya meski diliputi kekurangan secara fisik.
Sumber : iNews.id