Medan, Ruangpers.com – Fakta baru di balik terbunuhnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J perlahan mulai terkuak.
Pihak keluarga menduga, Brigadir J mengalami penyiksaan sebelum meninggal.
Kuasa Hukum Brigadir J menyebutkan bahwa pelaku yang diduga menyiksa kliennya punya kepribadian psikopat.
Hal itu terlihat dari kondisi jenazah yang mengenaskan.
“Saya sangat yakin betul bahwa ini adalah ulah psikopat. Atau penyiksaan, oleh karena itu kita menolak cara-cara seperti ini di negara Pancasila,” kata Anggota Kuasa Hukum Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (21/7/2022) dini hari.
Kamaruddin kemudian menjelaskan kondisi jenazah Brigadir J yang diduga mengalami penyiksaan sebelum tewas ditembak.
Satu di antaranya terkait luka di leher yang diduga bekas jeratan dari belakang.
“Di leher ada jeratan semacam tali, itu diduga dari belakang kemudian ada sayatan, di hidung ada sayatan sampai dijahit, di bawah mata ada beberapa sayatan,” jelas dia.
Tak hanya itu, kata dia, ada sejumlah bagian tubuh lainnya yang juga diduga bekas penganiayaan terhadap Brigadir J. Kondisi inilah yang diduga kasus ini tak murni kasus tembak menembak saja.
“di bahu ada perusakan hancur ini, kemudian di bawah perut, kemudian di jantung, kemudian di tangan ada semacam bolong, menurut teman-teman itu dipergerakkan bukan akibat senjata tapi entah apalah penyebabnya tapi ada bolongan,” ungkapnya.
“Kemudian sampai jarinya patah semua ini sehingga tidak lagi kenapa tidak copot hanya karena kulitnya aja dia sudah remuk hancur. kemudian kukunya dicabut. Nah kita perkirakan dia masih hidup waktu dicabut jadi ada penyiksaan. Nah oleh karena itu ini ada di bagian kaki ada luka sayatan,” sambungnya.
Karena itu, Kamarudin menyatakan pihaknya telah tegas menolak hasil autopsi pertama yang menyatakan bahwa Brigadir J meninggal dunia karena tembak menembak.
“Kenapa itu orang-orang Dokkes diam aja? yang mengautopsi itu, harusnya kan angkat tangan protes kan, ‘berdasarkan autopsi saya bukan begitu’ harusnya kan begitu, tapi mungkin tidak lazim di Polri seperti itu, tetapi mereka nikmati saja itu informasi bergulir bahwa kematian almarhum adalah akibat tembak menembak. Padahal mereka sendiri yang mengautopsi tidak seperti itu,” jelas dia.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa kasus ini telah mencoreng citra institusi Kepolisian RI. Dia meyakini masih banyak personel polisi yang bertugas dengan baik.
“Indonesia ini sangat banyak polisi yang masih baik sangat banyak kita harus lindungi. Jangan sampai gara-gara satu dua orang institusi kepolisian yang baik menjadi rusak, maka satu dua orang itu harus disingkirkan, kita harus mempertahankan negara ini melalui pertahankan kepolisian,” tandasnya.
Rahasia CCTV
Inilah babak baru pengusutan kasus tewasnya Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Terungkap bukti baru rekaman closed circuit television (CCTV) di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo.
Sebelumnya polisi menyebut CCTV tersebut rusak.
Bagaimana bisa ditemukan?
Rekaman CCTV tersebut diperoleh dari sejumlah sumber yang dirahasiakan.
Ditemukannya rekaman CCTV tersebut disampaikan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi.
“Beberapa bukti baru CCTV, nah ini sedang proses di laboratorium forensik untuk kita lihat. Karena tentu ini kita peroleh, penyidik memperoleh dari beberapa sumber,” ujar Andi Rian di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Dijelaskan Andi Rian, bahwa rekaman CCTV itu saat ini masih diteliti tim laboratorium forensik.
“Ada beberapa hal yang harus disinkronisasi-sinkronisasi, kaliberasi waktu. Kadang-kadang ada tiga CCTV di sana, di satu titik yang sama tapi waktunya bisa berbeda-beda.
Nah tentunya ini harus melalui proses yang dijamin legalitasnya. Jadi bukan berdasarkan apa maunya penyidik, tapi berdasarkan data daripada CCTV itu sendiri,” jelasnya.
Mengenaio isi rekaman CCTV dimaksud, Andi Rian menolak menjawab.
Dia hanya menyatakan bahwa rekaman CCTV masih harus dirahasiakan, karena masuk ke dalam materi penyidikan.
“Terkait dengan CCTV juga tidak perlu kita jelaskan di sini karena itu materi penyidikan. Yang jelas saat ini sedang berada di labfor untuk dilakukan proses-proses digital forensik di sana.
Hasilnya juga nanti akan disampaikan oleh ahli kepada penyidik bukan kepada siapa-siapa,” katanya.
Diambil alih Bareskrim
Kasus kematian Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo bakal diambil alih Bareskrim Polri dari Polda Metro Jaya.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto seusai gelar perkara kasus Brigadir J bersama kuasa hukum Brigadir J dan Bareskrim Polri di Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Rabu (20/7/2022).
“Jadi begini tadi sudah disampaikan kasus di Polda ditarik ke Bareskrim. Sudah disampaikan sehingga tentunya nanti akan memutuskan,” kata Benny.
Benny menuturkan bahwa alasan pengambil alihan ke Bareskrim Polri untuk memudahkan penanganan kasus Brigadir J.
Selain itu, peralatan Bareskrim dinilai lebih memadai untuk pemeriksaan secara ilmiah.
“Untuk mudahkan proses penanganan karena ini ksus kait mengkait dan tentunya diharapkan kalau disini akan jauh lebih efektif karena akan didukung dengan personel yang memadai dan juga dukungan pemeriksaan secara scietific crime investigation,” jelasnya.
Namun, dia tidak menjelaskan apakah pengambil alihan kasus ke Bareskrim karena viralnya rekaman video Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran yang saling berpelukan dengan Eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J menyindir pertemuan antara Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran dengan Irjen Pol Ferdy Sambo seusai kasus 8 Juli 2022 di rumah dinas Kadiv Propam Polri.
Sekaligus menanggapi penanganan kasus tersebut yang kini ditarik ke Polda Metro Jaya.
Adapun pihak kuasa hukum menilai bahwa penanganan di Polda Metro Jaya tidak tepat.
“Sebetulnya tidak tepat ditangani oleh Polda Metro Jaya karena kita lihat itu kalian-kalian juga yang memposting bahwa Kadiv Propam main Teletabbies dengan Kapolda Metro Jaya itu peluk-pelukan sambil nangis-nagisan,” kata Kuasa Hukum Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Lebih lanjut, Kamarudin menuturkan bahwa pihak keluarga meragukan penanganannya akan berjalan objektif karena video tersebut.
“Jadi kami ragukan juga objektivitasnya oleh karena itu,” jelas Kamarudin.
Bahkan, menurutnya, kasus yang ditangani Polda Metro Jaya seharusnya dihentikan.
Sebab, pihak terlapor yakni Brigadir J sudah meninggal dunia.
“Kami tentu kalau orang mati dilaporkan ya SP3. Dilaporkan ya SP3 karena tidak bisa dimintai pertanggung jawaban kepada orang mati dan itu sebetulnya tidak tepat ditangani oleh Polda Metro Jaya,” ujar Kamaruddin.
Lacak Keberadaan Irjen Ferdy Sambo
Di mana keberadaan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo jika memang benar terjadi baku tembak di rumah dinasnya.
Seperti diberitakan, polisi menyebut baku tembak tersebut melibatkan ajudan Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J kepada Bharada E
Kompolnas bakal mendalami alibi yang menyatakan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo tidak berada di rumah saat Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J tewas ditembak Bharada E.
Sebagaimana diketahui, Irjen Ferdy Sambo disebut sedang melakukan pemeriksaan tes PCR saat insiden penembakan tersebut.
“Termasuk itu didalami, akan dicek alibinya,” kata Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Benny yang juga tergabung dalam tim khusus bentukan Kapolri itu menyatakan, pihaknya akan memeriksa kesesuaian alibi tersebut dengan keterangan saksi.
“Akan dicek bagaimana, saksi-saksinya siapa dan sebagainya, petugas yang menangani siapa dan sebagainya,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo disebut tak berada di kediamannya saat insiden penembakan Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J kepada Bharada E pada Jumat (8/7/2022).
“Jadi waktu kejadian penembakan tersebut Pak Sambo, Pak Kadiv, tidak ada di rumah tersebut,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan saat dikonfirmasi, Senin (11/7/2022).
Ia menuturkan bahwa Irjen Ferdy Sambo sedang keluar rumah untuk melakukan tes PCR Covid-19 saat insiden penembakan tersebut.
“Pada saat kejadian, Kadiv Propam tidak ada di rumah karena sedang PCR test,” ungkapnya.
Lebih Lanjut, Ramadhan menuturkan bahwa Irjen Ferdy Sambo baru mengetahui adanya peristiwa itu setelah ditelepon oleh istrinya.
Seusai itu, dia langsung melihat Brigadir J yang sudah dalam kondisi meninggal dunia.
“Setelah kejadian, Ibu (Istri) Sambo menelpon Pak Kadiv Propam. Kemudian datang, setelah tiba di rumah Pak Kadiv Propam menerima telpon dari ibu. Pak Kadiv Propam langsung menelpon Polres Jaksel dan Polres Jaksel melakukan olah TKP di rumah beliau,” pungkasnya.
Kuasa Hukum Brigadir J Minta Libatkan Dokter Forensik dari TNI dan RS Swasta
Kamaruddin Simanjuntak selaku Kuasa hukum keluarga Brigadir J menolak autopsi yang dilakukan pihak kepolisian.
Alasan Kamaruddin lantaran Ia menilai hasil dengan autopsi pihak kepolisian dengan keadaan tubuh jenazah berbeda.
Namun, Kamaruddin menginginkan autopsi ulang dilakukan dengan membentuk tim yang melibatkan Dokter Forensik dari TNI dan juga rumah sakit swasta.
Dikutip dari Tribunnews.com, hal itu Kamaruddin ungkapkan kepada awak media di Bareskrim Polri pada Rabu (20/7/2022).
Ia meminta proses ekshumasi dan autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J tidak kembali dilakukan oleh dokter forensik dari Polri .
Justru Kamarudin meminta Kapolri agar membentuk tim khusus independen yang melibatkan dari kedokteran forensik TNI hingga rumah sakit swasta.
Dikatakannya, tim itu dari RSPAD, RS AL, RS AU, RSCM, hingga RS swasta.
“Kami memohon supaya Bapak Kapolri memerintahkan jajarannya khususnya penyidik yang menangani perkara ini membentuk tim independen, yaitu melibatkan dokter bukan lagi yang dahulu. Yaitu dari pertama RSPAD, RS AL, RS AU, RSCM, yang berikutnya dari RS salah satu swasta,” kata Kamaruddin di Bareskrim Polri , Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Hal ini lantaran adanya keraguan dari pihaknya terkait hasil autopsi oleh Polri yang menyebut tidak ada luka lain selain luka tembakan.
Baca Juga : Polri Jelaskan Alasan Mutasi Adik Brigadir J
“Kenapa kami menolak autopsi yang lalu (dokter forensik Polri ), karena autopsi yang lalu dikatakan matinya itu karena tembak menembak dan dari RS Polri tidak ada yang protes,” jelasnya.
Padahal dari temuan pihaknya, ada luka jeratan di leher dan memar di sejumlah tubuh sebelum ditembak.
Ia menyayangkan RS polri tidak melakukan protes saat hasil hanya menunjukkan adanya luka tembakan.
Sumber : tribunnews.com