Medan, Ruangpers.com – Terkuaknya kasus kematian Brigadir J menjadi sorotan nasional hingga dunia internasional.
Kematian satu nyawa tak berdosa terbilang tragis. Pembunuhan Brigadir J setara membunuh nyawa semua orang tanpa alasan benar dan kuat.
Lebih dari satu bulan berlalu, dalang di balik pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang dilakukan Bharada Richard Eliezer ( Bharada E) akhirnya terungkap.
Bukan atas inisiasi sendiri, Bharada E menembak mati Brigadir J atas perintah atasannya, Ferdy Sambo.
Ya, mantan Kadiv Propam Polri itu lah yang jadi otak di balik pembunuhan berencana Brigadir J.
Tak sendirian, Ferdy Sambo diduga merencanakan pembunuhan tersebut dengan tiga sosok terdekatnya.
Tiga sosok itu adalah sang istri, putri Candrawathi, sopirnya yakni Kuwat Maruf dan ajudannya yang lain yaitu Bripka Ricky Rizal.
Keempat sosok di balik kematian Brigadir J itu pun telah jadi tersangka dan diancam hukuman mati.
Terungkapnya siapa dalang hingga motif dilakukannya pembunuhan berencana terhadap Brigadir J itu nyatanya tak lepas dari peran sosok penting.
Hal tersebut turut disorot seorang profesor terkemuka tanah air.
Dia adalah Prof Sulistyowati Irianto.
Guru Besar Universitas Indonesia sekaligus pengajar gender dan hukum itu punya analisa lain terkait kasus kematian Brigadir J.
Yakni peran satu sosok penting yang mengungkap tabir di balik teka-teki kematian Brigadir J.
Seperti diketahui di awal kasus, Brigadir J sempat dikabarkan meninggal dunia karena melakoni aksi tembak menembak dengan Bharada E.
Parahnya kala itu, Brigadir J sampai disangkakan tuduhan melakukan pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Akibat hal itu, Brigadir J yang telah meregang nyawa pun dimakamkan ala kadarnya, tanpa upacaya pemakaman atau penghormatan terakhir dari institusi Polri.
Di momen pilu itu, ada sosok penting yang menjadi pemantik terungkapnya kasus kematian Brigadir J.
Sosok tersebut adalah Rosti Simanjuntak, ibu kandung almarhum Brigadir J.
“Saya punya perspektif antropologis ingin mengatakan dia (ibunda Brigadir J) sebetulnya sedang menyuarakan budayanya, perempuan mengonstruksi perempuan Batak, seperti apa hubungannya dengan anak,” ungkap Prof Sulistyowati Irianto dilansir TribunnewsBogor.com dari tayangan Rosi Kompas TV, Sabtu (27/8/2022).
Diakui Prof Sulistyowati Irianto, kasus kematian Brigadir J bisa terungkap karena sejak awal Rosti Simanjutak selalu menggaungkan keadilan untuk anaknya.
Kendati jarang tampil di televisi, Rosti Simanjuntak di awal-awal kasus anaknya vokal menyuarakan kepedihannya atas kematian Brigadir J yang tak wajar.
Padahal saat itu, belum banyak media yang berani memberitakan kematian seorang polisi akibat tembak menembak dengan sesama polisi.
“Anda mengatakan kepada saya, the game changer (pengendali permainan) adalah ibu Yosua. Bagaimana anda sampai dapat analisis ini, ketika ibu Yosua tidak banyak tampil. Ia sempat diwawancarai dalam kondisi sedih, tapi justru menurut Prof Sulis dialah yang membuat ini semua bisa terbuka ?” tanya Rosi.
“Ketika kasus ini terjadi, beberapa hari sesudahnya kan media tidak berani mewartakan. Bahkan Tribunnews Jambi sudah wawancara tapi tidak berani,” kata Prof Sulistyowati Irianto.
Berawal dari momen Rosti Simanjuntak meraung-raung seraya menangisi Brigadir J, tabir kematian almarhum pun tersingkap.
Publik mulai menaruh atensi atas kasus kematian Brigadir J.
Hal itu turut digencarkan oleh bibi Brigadir J yang juga adik-adik Rosti Simanjuntak.

Ya, melalui media sosial, Rohani Simanjuntak dan Roslin Simanjuntak terus membagikan kabar terkait kasus kematian Brigadir J.
Kalau saja kala itu Rosti Simanjuntak tak menyuarakan hal tersebut, bisa jadi kasus kematian Brigadir J tak pernah terungkap.
“Ibu Rosti itu tidaklah dalam posisi menggerakkan suatu aktivitas agar dia didengar kan. Tapi begitu media memberitakan bagaimana dia bertalu-talu meneriakkan keadilan untuk anaknya, langsung keluarganya aktif mendukung, lalu masyarakat. Bisa dibayangkan bila ibu itu diam saja, menerima, ikhlas,” kata Prof Sulistyowati Irianto.
“Jadi tangisan ibu Rosti, yang direkam tantenya, tersebar di media sosial, itulah yang membuka publik. Jadi karena tangisan perempuan ?” tanya Rosi.
“Iya,” imbuh Prof Sulistyowati Irianto.
Selain karena ibunda Brigadir J, kematian ajudan Ferdy Sambo itu juga bisa terungkap, menurut Prof Sulistyowati Irianto adalah karena budaya.
Kejanggalan terkait jenazah Brigadir J yang kabarnya meninggal karena tembak menembak itu pertama kali terungkap saat keluarga hendak menyelenggarakan upacara kematian sesuai adat.
Di momen itulah keluarga baru menyadari ada yang tak beres di balik kematian Brigadir J.
Hingga akhirnya, jenazah Brigadir J diautopsi sebanyak dua kali.
“Juga karena kebetulan Yosua orang batak dan keluarga Hutabarat pula. Orang batak harus dibuka jenazahnya karena harus diulosi, harus diadati, memang digunakan untuk menutup wajah jenazah. Jadi upacara itu enggak bisa diskip, harus, perempuan menyuarakan budayanya,” imbuh Prof Sulistyowati Irianto.
Kilas Balik
Perlu waktu satu bulan agar fakta kasus kematian Brigadir J terbongkar semuanya.
Wafat pada 8 Juli 2022, Brigadir J baru menerima keadilan pada 9 Agustus 2022.
Sebab di tanggal itu, dalang pembunuhan Brigadir J, yakni Ferdy Sambo baru ditetapkan sebagai tersangka.
Lalu beberapa hari kemudian, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi juga dijadikan tersangka oleh Polri.
Keduanya bersama Kuwat Maruf dan Bripka Ricky Rizal dikenakan pasal pembunuhan berencana.
Sebelum Ferdy Sambo jadi tersangka hingga kasusnya diungkap secara terang benderang, kematian Brigadir J nyatanya kental akan isu pelecehan seksual.
Usai meregang nyawa pada 8 Juli 2022, mendiang Brigadir J dituding melakukan sempat melakukan pelecehan kepada Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.
Hal tersebut diungkap oleh mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susanto.
Kombes Budhi yang saat itu masih menjabat sebagai Kapolres Jaksel mengungkapkan, baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam dipicu pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo.
Kala itu diungkap Kombes Budhi Herdi Susanto, Brigadir J masuk ke kamar istri Ferdy Sambo dan melakukan pelecehan seksual.
“Tiba-tiba Brigadir J masuk dan kemudian melakukan pelecehan terhadap ibu,” jelas Kombes Budhi Herdi Susanto pada 12 Juli 2022.
Tak berselang lama dari pernyataan itu, fakta-fakta kasus kematian Brigadir J pun terungkap.
Irjen Ferdy Sambo bersama sang istri tercinta, Putri Candrawathi (kiri) beserta Brigadir J (kanan), pengawal Irjen Ferdy Sambo yang meninggal dunia akibat ditembak Bharada E (kolase Instagram)
Hingga akhirnya, Kombes Budhi Herdi Susanto dicopot dari jabatannya.
Seiring berjalannya penyidikan yang dilakukan Tim Khusus Polri, terbukti bahwa dugaan pelecehan hanyalah skenario yang dibuat oleh Ferdy Sambo untuk menutupi kematian Brigadir J.
Bareskrim Polri pun menyatakan timnya telah menghentikan penyidikan kasus dugaan pelecehan istri Irjen Ferdy Sambo oleh Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Baca Juga : Pihak Bharada E Harap Rekonstruksi Tunjukkan Sambo Sebagai Pemberi Perintah
Menurut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi penghentian penyidikan kasus ini setelah dilakukan gelar perkara.
“Ada dua laporan polisi di Polres Jakarta Selatan terkait percobaan pembunuhan dan dugaan pelecehan, tetapi ternyata tidak ada, maka kami hentikan penyidikannya,” ujar Brigjen Andi Rian Djajadi dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jumat (12/8/2022).
Sumber : tribunnews.com