Sejarah atau silsilah tidak hanya bersumber dari sastra. Karena selain keterbatasan, juga tidak seluruhnya dapat ditulis dalam buku tersebut.
Beda misalnya seorang peneliti yang datang khusus untuk itu, tentu diupayakan mendekati lebih benar. Sebab hasil penelitian itu menjadi ilmu pengetahuan dan rujukan, manakala ada seseorang hendak menulis bidang yang sama.
Silsilah atau Tarombo Batak misalnya, dan salah satu satunya Buku Pustaha yang ditulis W. Hutagalung Tahun 1926. Setelah Hutagalung, ada beberapa buku tarombo, namun bersumber dari bukunya Hutagalung.
W. Hutagalung ini adalah seorang Jaksa yang ditugaskan di Pangururan kala itu, di bawah kekuasaan Pemerintahan Belanda.
Kita tahu, Belanda tidak menginginkan perdamaian. Itu alasannya siadekan diangkat menjadi Demang, yang tujuannya abangnya tunduk dan taat sama adeknya, sehingga muncullah kebencian dan itu yang dituju.
Raja Natanggang, Raja Sitanggang, Raja Pangururan dan terkenal sebagai penguasa di Tanah Pangururan Tanah Sumba. Adakah tulisannya semacam SK atas kerajaannya itu? Jika Belanda mengangkat seseorang menjadi Demang, punya SK terlebih dahulu disebut Bisoloit. Tetapi untuk Raja? Belanda tidak campur karena itu hak turun temurun. Dinobatkan oleh tetua adat berdasarkan kekuasaan pendahulu dengan bukti kekuasaan atas tanah di wilayah itu, maka kerajaannya diakui dan menurut masyarakat setempat.
Demikian legenda tentang Raja Pangururan. Oleh karena fakta dalam adat dan budaya, sangat tidak bisa dan pantang dalam adat, Anggina dihalangulu, Hahana tutalaga. (siadekan diatas, abangnya dibawah). Fakta adat ini hingga saat ini masih hidup dan berkembang sebagai suatu tatanan dalam masyarakat Batak.
Adakah kerajaan seseorang dalam masyarakat Batak bisa didapat bila tidak menguasai tanah? (Penguasa) atas tanah di wilayah itu? Jawabannya tidak. Itulah alasannya, jika ada menulis Sitanggang Anak dari Munte tua bentuk politik Belanda (Devide et Ampera) sebab Munte tua atau Munthetua di Tongging dan tidak pernah mempunyai Tanah ( Golat) di Pangururan, sedangkan Simbolon, kekuasaannya di Onan Panahatan Simbolon.
Terkait Aek Parsuangan yang merupakan fakta yang tak dapat dibantah kebenarannya, nenurut legendanya, semula menang, Sitangganglah paling atas No 1. Kedua Simbolon dan ketiga Naibaho.
Oleh karena kedua Kakak Adek, Sitanggang- Simbolon ini menikah dengan Borunya Naibaho (Baho raja) maka Sitanggang mengusulkan ke Simbolon agar Naibaho paling atas karena tidak pantas hula hula dibawah. Jadilah perubahan itu sehingga, Naibaho, Sitanggang dan Simbolon.
Apakah karena Isteri Sitanggang kakaknya Isteri Simbolon, lalu Sitanggang dibuat diatas? Di dalam Adat dan Budaya Batak bukan seperti di Padang Matrilinial tetapi Patrilinial (ikut laki) karenanya pimpinan Adat yang disebut Bius yang di Pangururan Bius Sitolu Hae Horbo, Naibaho, Sitanggang dan Simbolon, belakangan masuk Nainggolan, Silalahi dan lainnya khusus untuk Pangururan.
Oleh karena itu jika ada anggapan, kerajaan Sitanggang sebagai Raja Pangururan, termasuk urutan kedudukan dalam situs dianggap kurang relevan terkait dengan tarombo, saya kurang sependapat karena adat dan Budaya Batak itu ketat dan berurutan hingga saat ini yang menjadi keharusan yang harus ditaati. Jika dilanggar terkena sanksi.
(Disadur dari tulisan Bungaran Sitanggang, S.H, M.H)