Medan, Ruangpers.com – Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bila Anda, pembaca, merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
Polda Sumut dan Polrestabes Medan menggelar konferensi pers terkait kasus tewasnya mahasiswa USU bernama Mahira Dinabila (19) di dalam rumahnya, di Kota Medan. Terungkap, Mahira tewas karena bunuh diri dengan minum racun jenis sianida yang dibelinya secara online.
PS Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Teuku Fathir Mustafa menyampaikan hasil penyelidikan kasus tersebut yang sudah dilakukan selama 3 bulan dengan metode scientific investigation.
“Kami awali dengan olah TKP pada 4 Mei. Di TKP ada 14 item barang bukti yang selanjutnya diteliti secara ilmiah,” kata Fathir di Mako Polda Sumut, Selasa (19/9/2023).
“Salah satunya bukti ditemukan suatu barang yang diteliti adalah jenis sianida dengan nama jualnya potas,” tambahnya.
Selain itu, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh Mahira.
Ahli forensik Mistar Ritonga yang juga ikut dalam konferensi pers tersebut menyampaikan kronologi proses penyelidikan yang dilakukan. Pada 12 Mei, ia mengaku dimintai untuk melakukan visum oleh Kapolsek Patumbak Kompol Faidir.
“Lalu, pada 13 Mei pagi dilakukan proses ekshumasi. Waktu itu tidak ada hambatan. Namun ada kendala sesudah diangkat, jenazahnya itu telah mengalami pembusukan,” kata Mistar.
Namun, Mistar menjelaskan masih ada sebagian besar yang bisa diperiksa, terutama tanda-tanda di tubuh korban.
“Ternyata, waktu kami melakukan pemeriksaan, hal yang berhubungan dengan tanda kekerasan atau rudapaksa tidak ada ditemukan,” ujarnya.
Mistar menyebutkan ada beberapa warna jaringan yang dicurigai seperti di areal kepala, leher yang agak menghitam, dan di tulang tengkorak jasad Mahira. Pihaknya pun mengambil sampel untuk pemeriksaan patologi anatomi.
“Karena, kalau secara mikroskopis kurang pasti, biasanya hal itu didukung oleh pemeriksaan patologi anatomi atau pewarnaan tertentu. Nah, hasil dari Labfor itu tidak dijumpai tanda-tanda kekerasannya,” ujarnya.
Ia menyimpulkan perkiraan lama kematian Mahira yakni sekitar 20 hari. Selain itu, ia mengungkapkan kematian korban tidak wajar.
“Tapi dalam pengertian kematiannya bukan karena penyakit yang dideritanya. Jadi kematian tidak wajar itu bukan berarti karena ada tindak pidananya,” sebutnya.
“Penyebab kematiannya dari hasil autopsi dan pemeriksaan tambahan, kita mengambil kesimpulan karena mati lemas akibat masuknya atau terminumnya racun sianida,” katanya.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan pihak kepolisian, sebanyak 33 saksi sudah diperiksan, 5 di antaranya merupakan ahli forensik, ahli toksikologi, psikologi, ahli bahasa, dan pihak laboratorium forensik.
Fathir menlanjutkan, pihaknya turut memeriksa barang yang ditemukan di TKP, salah satunya paket ditujukan kepada Mahira.
“Paket itu sudah diperiksa hingga penjualnya di daerah Bogor. Jadi kami sempat juga berangkat ke sana. Untuk memastikan bahwa memang benar barang tersebut dibeli oleh korban menggunakan akun Tokopedia,” ucapnya.
Kemudian, dari keterangan para saksi lainnya didapati bahwa Mahira yang langsung mengambil paket tersebut saat tiba di Medan.
“Yang kemudian paket tersebut, setelah di uji di laboratorium, adalah sianida dengan kadar tertentu,” ujarnya.
Mantan Kapolsek Medan Baru ini mengungkapkan dari hasil penyelidikan dilakukan gelar perkara pada 14 September dengan kesimpulan Mahira meninggal karena bunuh diri.
“Kesimpulannya adalah Mahira meninggal karena bunuh diri,” tutupnya.
Sumber : detik.com