Dairi, Ruangpers.com – Di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara (Sumut) terdapat satu mata air yang cukup sakral. Konon katanya mata air ini timbul dari tancapan tongkat Raja Silahisabungan.
Mata air ini diberi nama Aek Sipaulak Hosa yang berarti air pelepas dahaga atau lelah. Lokasi mata air ini berada di perbukitan di Desa Silalahi 1, Kecamatan Silahisabungan.
Aek Sipaulak Hosa ini berhadapan langsung dengan Tao (danau) Silalahi. Jadi, masyarakat yang berkunjung ke lokasi ini juga akan dapat menikmati keindahan Tao Silalahi.
Mata air ini harus menjadi salah satu wisata yang harus detikers datangi saat berkunjung ke Kabupaten Dairi. Bagi detikers yang penasaran dengan awal mula terciptanya Aek Sipahulak Hosa ini, berikut detikSumut rangkum penjelasannya:
Dilansir dari website Pemerintah Kabupaten Dairi, akses menuju Aek Sipaulak Hosa ini sangat mudah untuk dijangkau wisatawan. Dari simpang Aek Sipaulak Hosa, masyarakat harus menempuh jarak sekitar 200 meter dengan berjalan kaki.
Wisatawan yang berkunjung ke Aek Sipaulak Hosa umumnya datang untuk berobat, meminta rejeki, jodoh, dan keturunan. Sementara wisatawan yang merupakan keturunan Raja Silahisabungan akan menganggap dirinya semakin mendapat berkat dan pahala ketika sudah meminum air dari Aek Sipaulak Hosa.
Cerita Aek Sipahulak Hosa
Aek Sipaulak Hosa ini konon katanya tercipta dari tancapan tongkat Raja Silahisabungan. Awalnya, Raja Silahisabungan dan istrinya Pinggan Matio yang sedang hamil tua ingin mengunjungi mertuanya Raja Pakpak ke Balla, Dairi, atau sebelum pemekaran dengan Pakpak Bharat.
Lalu, di tengah perjalanan, Oppung Pinggan Matio merasa kehausan. Oppung Pinggan pun memberitahu suaminya.
Mendengar ucapan istrinya, Raja Silahisabungan meminta istrinya untuk duduk menunggu. Kemudian Raja Silahisabungan mengambil siorlombing (tongkat) yang selalu dibawanya.
Lalu, Raja Silahisabungan berdoa kepada Debata Mulajadi Nabolon atau Tuhan dan menancapkan tongkatnya ke dinding batu. Sontak muncul air dari dalam batu itu. Lalu, raja meminta istrinya untuk meminum air tersebut.
Setelah meminum air itu, rasa lelah dan letih Oppung Pinggan Matio menjadi hilang dan tenaganya kembali pulih. Sejak saat itu, Oppung Pinggan Matio menamai batu itu “Mual Sipaulak Hosa Loja” yang artinya Air Pelepas Dahaga.
Sesudah mereka kembali dari Balla, Raja Silahisabungan mengumumkan kepada keturunannya yang hendak meminta rezeki agar berdoa di Aek Sipaulak Hosa.
Aturan saat Berkunjung
Ketika berkunjung ke Aek Sipaulak Hosa, wisatawan diwajibkan membawa sirih dan jeruk purut sebagai parsantabian atau oleh-oleh sebagai tanda permisi. Nantinya parsantabian tersebut akan diletakkan pada jojong atau bangunan Batak yang telah tersedia di sebelah mata air itu.
Di Aek Sipaulak Hosa Loja ini memiliki aturan tidak boleh meneteskan darah dan kehidupan. Oleh karena itu, pengunjung yang datang tidak diperkenankan untuk membawa makanan berupa daging babi dan daging anjing.
Selain itu, perempuan yang sedang menstruasi pun dilarang untuk mengunjungi Aek Sipaulak Hosa.
Pada saat mandi, pengunjung harus menggunakan basahan (pakaian) dan jeruk purut sebagai pengganti shampo serta sabun. Pengunjung juga dilarang mengucapkan perkataan yang tidak pantas dan berperilaku tidak sopan selama berada di Aek Sipaulak Hosa itu.
Kemudian, bagi pengunjung akan melakukan ritual, pengunjung diharapkan memakai ulos sesuai dengan anjuran Raja Silahisabungan. Ulos yang digunakan yaitu Ulos Gobar berwarna hitam putih untuk anak laki-laki.
Sumber : detik.com