Medan, Ruangpers.com – Eks Bupati Samosir, Mangindar Simbolon (66) divonis 12 bulan penjara di Pengadilan Negeri (PN) Medan karena korupsi senilai Rp Rp 32.740.000.000.
Dalam amar putusannya, Majelis hakim yang diketuai Asad Rahim Lubis menilai, bahwa perbuatan terdakwa terbukti bersalah melakukan korupsi Izin Membuka Tanah untuk Pemukiman dan Pertanian pada Kawasan Hutan Tele di Kabupaten Samosir.
“Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan,” kata Majelis hakiim, Selasa (19/3/2024).
Namun, terhadap terdakwa, Majelis hakim tidak membebankan Mangindar untuk membayar uang pengganti kerugian negara.
Hakim mengatakan, bahwa terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurutnya, hal memberatkan, Eks Kadis Kehutanan Kabupaten Samosir itu tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
“Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan,” ucapnya.
Usai membacakan amar putusannya, Majelis hakim memberikan waktu 7 hari kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun terdakwa melalui Penasihat Hukumnya untuk mengajukan upaya hukum banding apabila tidak menerima putusan tersebut.
Putusan tersebut, dinilai lebih rendah dari tuntutan Jaksa Erick Sarumaha dalam persidangan sebelumnya.
Pasalnya, dalam nota tuntutannya, Jaksa menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan.
Jaksa menilai, perbuatan Eks Bupati Samosir itu melanggar Pasal 3 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terdakwa dinilai ikut serta dalam kasus korupsi izin pembukaan lahan untuk pemukiman dan pertanian pada kawasan hutan tele di Kabupaten Samosir.
Sebelumnya, dalam dakwaanya JPU Erick Sarumaha menguraikan bahwa pada tahun 1998 di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) terbentuk berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 1998 tanggal 23 November 1998.
Selanjutnya wilayah Desa Partungko Naginjang, Kecamatan Harian sebelumnya wilayah Kabupaten Taput, menjadi bagian dari Kabupaten Tobasa.
Bahwa pada tahun 2000, terdakwa meminta kepada Sahala Tampubolon selaku Bupati Tobasa untuk menindaklanjuti janji dari Bupati Taput Lundu Panjaitan, untuk memberikan areal bagi masyarakat Desa Partungko Naginjang sebagai lokasi permukiman kembali para perambah hutan sekitar Hutan Lindung serta areal pengembangan budidaya pertanian dan holtikultura.
“Sahala Tampubolon pun menerbitkan Surat Keputusan (SK) Bupati Toba Samosir Nomor: 309 Tahun 2002 tanggal 4 September 2002, pembentukan Tim Penataan dan Pengaturan Kawasan Hutan Tele di Desa Partungko Naginjang Kecamatan Harian,” kata Jaksa.
Dalam surat tersebut, Bupati Sahala Tampubolon juga memasukkan nama Mangindar Simbolon serta Parlindungan Simbolon dan Bolusson Parungkilan Pasaribu selaku Kepala Desa (Kades) Partungko Naginjang (sebelum bernama Desa Hariara Pintu-red) dalam tim dengan Pengarah yang menjadi Sekdakab Tobasa (Parlindungan Simbolon) dan Ketua: Asisten Pemerintahan.
Dialih fungsikannya Hutan Tele menjadi APL, belum mendapat ‘restu’ dari Kementerian Kehutanan RI.
“Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Bupati Toba Samosir Nomor 281 tahun 2003 tanggal 26 Desember 2003, terpidana Bolusson Parungkilon Pasaribu memperoleh 8 persil dengan luas 16 hektar dengan mencantum nama–nama anaknya saks yang memperoleh Surat Keputusan pembagian lahan yang luasnya berbeda–beda,” ucapnya.
Selain dari masyarakat yang tinggal di Desa Partungko Naginjang, terdapat nama-nama penerima tanah yang bukan petani atau penggarap berasal dari Desa Partungko Naginjang.
“Akibat perbuatannya, Mangindar Simbolon serta Sahala Tampubolon, Parlindungan Simbolon dan Bolusson Parungkilan Pasaribu menyebabkan kerugian aset negara sebesar Rp32.740.000.000,” pungkasnya.
Sumber : tribunnews.com