Jakarta, Ruangpers.com – Gembala Sidang sekaligus Ketua Sinode Gereja Tiberias Indonesia, Pendeta Yesaya Pariadji, tutup usia. Kabar ini mengejutkan sekaligus membuat sedih Gembala Sidang GBI Glow Fellowship Centre, Pendeta Gilbert Lumoindong.
Kepada detikcom, Jumat (6/5/2022), Gilbert mengatakan dirinya dan Pariadji pernah sangat dekat. Dulu di TVRI, kata Gilbert, dia memiliki program yang dinamai Mukjizat. Pariadji-lah yang menjadi narasumber programnya.
“Cukup kaget karena ada masa-masanya kita sangat dekat, pelayanan bersama. Saya mungkin lima tahun bersama dengan beliau di TVRI, setiap Sabtu waktu itu. Jadi saya host-nya dan beliau sebagai narasumber tetap, nama programnya Mukjizat,” cerita Gilbert.
Gilbert Lumoindong juga pernah menjadi pendeta tamu tetap di Gereja Tiberias saat gereja tersebut masih merintis pelayanan gereja.
“Sebelumnya kami juga sama-sama melayani, khususnya saya diundang menjadi pendeta tamu tetap awal-awal pelayanan dimulai Tiberias itu,” jelas Gilbert.
Gilbert mengatakan juga salah satu yang mendukung Pariadji membuat sinode sendiri, yakni Gereja Tiberias Indonesia.
“Saya bukan pendeta dari Gereja Tiberias karena saya tetap pendeta Gereja Bethel. Sempat awal-awal tercatat sebagai pengurus Gereja Tiberias Indonesia, Ketua 1 kalau nggak salah. Itu waktu beliau pisah dari GBI, beliau membangun sendiri, saya mendukung beliau. Kalau nggak salah saya saat itu Ketua 1 di sinodenya,” terang Gilbert.
Sosok Pariadji di Mata Gilbert
Gilbert Lumoindong menyebut Pariadji sosok yang konsisten. Gilbert pun menilai Pariadji pribadi yang penuh keyakinan.
“Beliau ini orang yang konsisten. Apa yang dia yakini, dia konsisten. Menurut dia itu suara Tuhan, dia jalani. Lurus-lurus saja gitu, beliau nggak sibuk dengan teologia apa pun,” tutur Gilbert.
“Setiap orang punya gaya beriman. (Ada yang) berimannya sesuai dengan pandangan orang banyak, ada yang berimannya sesuai dengan ilmu yang dia dapatkan,” lanjut Gilbert.
Gilbert mengistilahkan teologi Pendeta Pariadji adalah teologi rasa. “Kalau beliau lebih pada, istilahnya, teologinya teologi rasa. Apa yang beliau yakini, apa yang beliau rasakan sebagai perintah Tuhan, itu yang beliau rasakan.”
“Misalnya beliau menekankan pada keluarga yang suci, kudus, berkenan kepada Tuhan, baptisan air, lalu minyak urapan, perjamuan kudus yang menuntun pada kemuliaan, kira-kira begitu,” imbuh dia.
Gilbert kemudian mengatakan sedih tak bisa memberi penghormatan terakhir kepada Pariadji karena sedang tak berada di Jakarta. Terakhir, dia menceritakan sikap dermawan Pendeta Yesaya Pariadji.
Baca Juga : Pendiri Gereja Tiberias Indonesia Meninggal, Inilah Sosok Pendeta Yesaya yang Mengaku Bertemu Tuhan
“Saya tidak sempat melayat karena saya sedang di luar kota, itu salah satu yang menyedihkan. Posisinya saya tidak mungkin dapat tiket untuk langsung pulang ke Jakarta. Beliau melayaninya dengan rasa, sehingga beliau tuh nggak boleh ketemu dengan orang susah, yang beliau lihat, kenal, pasti beliau kasih sesuatu. Itu yang saya lihat dengan mata kepala saya,” pungkas Gilbert.
Sumber : detik.com