Oleh : Marjo Situmorang, S.Th, M.Pd
Kenapa saya katakan melarang warga beribadah ibarat melawan Tuhan?
Yang pertama, kita harus melihat arti hakikat beribadah itu sendiri, dimana beribadah itu merupakan suatu perintah yang ditetapkan Allah Sang Pencipta, secara khusus bagi umat Kristiani telah diperintahkan Tuhan untuk beribadah, dan tertulis pada titah ke 4 (Empat) ‘Ingat dan Kuduskanlah Hari Sabat’.
Itu adalah ketetapan perintah Allah kepada umat ciptaan-Nya.
Oleh karena itu sebagai umat manusia yang menyadari sesungguhnya kita ini milik Tuhan, sehingga manusia yang diciptakan itu memuji Tuhan melalui ibadah dengan iman percayanya, bahwa Tuhan-lah yang menjadikan segala sesuatunya menjadi ada dan itulah sebabnya sebagai umat ciptaa-Nya, memuji-Nya melalui ibadah di hari yang ditetapkannya.
Kedua, bahwa semua agama mengetahui adanya ketetapan waktu yang ditetapkan oleh Allah yang dipercayai sebagai ketetapan waktu beribadah bagi Allah yang diimani.
Hal itu dapat kita lihat warga yang beribadah memiliki hari dan waktu yang ditetapkan oleh masing-masing kepercayaan oleh Tuhan yang diimani sebagai ketetapan waktu peribadahan yang dilakukan warga mempercayai adanya Tuhan dan bersyukur.
Ketiga, kenapa manusia itu beribadah? Karena manusia secara logika menyadari bahwa kelak, semuanya akan kembali kepada sang Pencipta, sehingga saat di bumi inilah kita membangun komunikasi dengan Tuhan yang kita percayai melalui peribadahan.
Dan jika kelak sudah meninggal, tidak ada lagi kesempatan beribadah saat sudah berpulang, melainkan kita hanya menunggu penghakiman dari Sang Maha Kuasa atas apa yang telah kita lakukan di bumi memuji Tuhan melalui beribadah yang kita imani.
Ke empat, berhentilah melarang warga siapapun dari antara kita dari berbagai agama karena selain kita melawan perintah Tuhan, kita juga sudah melawan konstitusi kita yaitu UUD 1945 Pasal 29, karena warga yang melakukan peribadahan adalah hanya untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan bersyukur.
Dan tidak ada di sana komunikasi dengan Tuhan untuk melakukan kejahatan yang direncanakan, melainkan sebagai sarana merefleksikan iman.
Sudah sejauh mana kita telah menuruti perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dalam kehidupan sehari-hari?
Sadar atau tidak sadar, apa yang sudah kita lakukan, lambat laun Tuhan akan tunjukkan kebenarannya.
(***)