Medan, Ruangpers.com – Kejanggalan senjata jenis Glock 17 yang digunakan Bharada E menembak Brigadir J menarik perhatian Irjen Napoleon Bonaparte.
Pasalnya, senjata jenis Glock 17 janggal digunakan polisi selevel Bharada.
Bonaparte mengomentari soal senjata jenis Glock 17 yang dipakai Bharada E saat menembak Brigadir J di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo, di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) lalu.
Diketahui, insiden itu menewaskan Brigadir J selaku sopir istri Ferdy. Brigadir J tewas terkena tembakan Bharada E yang merupakan ajudan Ferdy.
Napoleon mengatakan, bagi anggota Polri senjata api tak boleh dipakai oleh orang lain.
Menurutnya, senjata api nomor dan pemiliknya.
Karena itu, senjata api tidak boleh dititip ke orang lain.
“Setiap senjata dari pendidikan dibilang kalau itu istri pertama, maksudnya tidak boleh dipakaikan ke orang lain. Itu tercatat namanya, nomornya, tidak boleh dititipkan harus dibawa ke mana-mana. Kalau itu terjadi, itu pelanggaran berat,” kata Napoleon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/7/2022).
Napoleon menuturkan, untuk mendapatkan senjata api anggota Polri juga melewati beberapa prosedur, seperti secara psikologi tidak boleh tempramental.
“Kalau untuk mendapatkannya harus menurut psikologi tidak boleh temperamen. Kemudian dalam kategori tertentu ahlinya ada, kemudian dia harus mahir menggunakannya,” ujarnya.
Napoleon menenangkan, penggunaan senjata api juga tergantung pangkat dari setiap anggota Polri.
“Iya dong (pangkat berpengaruh terhadap jenis senjata). Sebetulnya bukan kewenangan saya untuk menjawab itu, tetapi yang saya tau untuk penggunaan senjata itu semua diatur kebijakannya oleh pimpinan kesatuan dan departemen yang menanganinya contohnya kalau di Mabes itu Baintelkam. Silakan ditanyakan ke Baintelkam,” ungkapnya.
Sementara, terkait senjata Glock-17 yang digunakan Bharada E dan dianggap janggal, Napoleon enggan menjelaskan.
“Ada pangkat, tetapi itu bukan kewenangan saya menjawab itu nanti dari Baintelkam yang bisa menentukan kewenangan pangkat apa menggunakan senjata apa. (Terkait kepemilikan Glock-17) bukan hak saya untuk menjawab karena tadi saya bilang itu tergantung kebijakan pimpinannya,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto membeberkan jenis senjata yang dipakai oleh dua anggota polisi saat baku tembak di rumah Ferdy Sambo.
Budi mengatakan dalam kejadian tersebut kedua anggota polisi yang saling baku tembak itu menggunakan senjata jenis Glock 17 dan HS.
“(Bharada E) menggunakan Glock 17 magasen 17 butir peluru, Brigadir J 16 peluru magazin dan senjata jenis HS,” kata Budhi kepada wartawan di Mapolres Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022).
Brigadir J kemudian diketahui tewas diterjang timah panas yang meluncur dari pistol Glock 17 yang ditembakkan oleh Bharada E.
Ingin Perlihatkan Rekaman CCTV Tewasnya Brigadir J
Kamaruddin Simanjuntak selaku Kuasa Hukum keluarga Brigadir J mengatakan belum melihat rekaman yang ada di CCTV temuan Polri.
Ia menjelaskan, pada biasanya ketika rekaman CCTV ditemukan maka diperlihatkan kepada pihak keluarga.
Rekaman CCTV ini disebut dapat mengungkap kejelasan peristiwa kematian Brigadir J.
Dikutip dari Tribunnews.com, hal itu diungkapkan Kamaruddin di Bareskrim Polri , Jakarta pada Kamis (21/7/2022).
Ia menerangkan, temuan baru polisi ini bisa disebut rasa syukur.
“Kalau sudah ditemukan kita sebut Puji Tuhan, tetapi biasanya kan kalau sudah ditemukan CCTV itu akan diperlihatkan kepada kami,” kata Kamaruddin di Bareskrim Polri , Jakarta, Kamis (21/7/2022).
Kamaruddin dan timnya sempat diundang ke Bareskrim pada Rabu (20/7/2022).
Dalam undangan itu, Kamaruddin menyebut pihaknya hanya membahas soal autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J .
Hal ini dibahas karena adanya dasar keraguan dari hasil autopsi yang pertama.
“Belum, belum (ditunjukan CCTV yang baru ditemukan), jadi memang sempat tadi dibahas itu hanya sebatas autopsi, biarlah itu ahli dijelaskan oleh para ahli yang di bidangnya,” ucapnya.
Sebagaimana informasi sebelumnya, Pihak Polri membeberkan tim penyidik telah menemukan rekaman CCTV yang bisa mengungkapkan secara jelas kematian Brigadir J .
Hal itu disampaikan oleh Kepala Divisi Humas (Kadiv Humas) Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam konferensi pers di Divhumas Polri , Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Terkini, rekaman CCTV tersebut masih sedang diperiksa laboratorium forensik (Labfor).
Disebutkan, rekaman itu akan dibuka kepada publik bila proses penyidikan telah selesai.
“Tim ini bekerja maksimal. Kita sudah menemukan CCTV yang bisa mengungkap secara jelas tentang konstruksi kasus ini,” tukasnya.
Dedi menuturkan, saat ini Kapolri Jenderal Listyo Sigit telah mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat terutama untuk kasus ini.
Hal ini sebagai komitmen kepolisian dalam rangka menjaga independensi, transparan dan akuntabel.
“Juga komitmen dari pimpinan Polri dalam rangka menjaga independensi, transparan dan akuntabel, tim menunjukkan kinerjanya yang maksimal,” ucap Dedi.
Tamtama Mengapa Pakai Glock
Penggunaan senjata otomatis itu pun menuai beragam reaksi masyarakat hingga sejumlah pemerhati kepolisian.
Pasalnya, penggunaan senjata di kepolisian cenderung terbatas.
Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto mengatakan terbatasnya penggunaan senjata api berdasarkan aturan dasar keprajuritan yang mengatur.
Disebutkan bahwa seorang prajurit berpangkat Tamtama hanya boboleh membawa senjata laras panjang dan sangkur.
Itu pun hanya saat prajurit tersebut berjaga dalam tugasnya.
Kemudian pada tingkat Bintara hanya dibatasi menggunakan senjata laras pendek, serta pada pangkat Perwira pun memiliki spesifikasi senjata tersendiri.
“Kalau kemudian penembak Bharada E ini menggunakan senjata Glock, ini melompat jauh. Karena Bharada E ini adalah level paling bawah di kepolisian,” kata Bambang Rukminto dalam acara Crosscheck by Medcom.id, dikutip Minggu (17/7/2022).
“Ini juga berkembang lagi Glock ini dari siapa dan fungsinya apa dalam diberikan kepada Bharada E ini,” lanjut dia.
Tak hanya itu, Bambang pun mempertanyakan penggunaan pistol berjenis HS-9 yang disebut bahwa digunakan oleh Brigadir J atau Brigadir Novriansyah Yoshua.
“Dalam rangka apa dia membawa senjata itu? Oke lah dalam rangka pengawalan, apakah memang diperlukan senjata otomatis untuk mengawal itu? Apakah negara ini benar-benar mencekam, sehingga diperlukan senjata-senjata pembunuh seperti itu?” ucapnya.
Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) itu pun lantas menyebutkan bahwa pada umumnya petugas kepolisian hanya membahwa senjata revolver dalam tugas penjagaan.
“Senajata organik yang digunakan Sabhara untuk mengawal distribusi uang kirim ke ATM-ATM itu cukup Revolver, 6 peluru.
Sementara ini 17-18 peluru, seperti itu,” ucapnya.
Kendati demikian, ia pun mengakui adanya Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2022 yang menyebutkan bahwa penggunaan senjata atas rekomendasi pimpinan langsung.
Tetapi senjata yang direkomendasikan ini juga harus mengacu pada peraturan sebelumnya yang membatasi penggunaan senjata api tersebut.
“Kalau Tamtama ya maksimal revolver lah. Mengapa harus memakai Glock, hanya sekadar untuk mengawal Ibu Bhayangkari ke pasar, ngapain, jadi aneh semuanya,” katanya.
Kabais TNI: Judulnya Polisi Semua
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI Turut Angkat Suara Soal Kasus Penembakan Brigadir J.
Sebagaimana dalam pemberitaan, Brigadir Nopryansah Yoshua alias Brigadir J tewas ditembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, pada Jumat (8/7/2022) lalu.
Di mana dalam kasus ini disebutkan, polisi tembak polisi antara Brigadir J dengan Bharada E.
Setelah sepekan lebih peristiwa ini, atau tepatnya sudah 9 hari, Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI Laksamana Muda (Purn) Soleman Ponto turut angkat suara.
Ia menilai ada sejumlah kejanggalan pada kasus penembakan Brigadir J atau polisi tembak polisi tersebut.
Soleman menilai kasus penembakan ini terkesan melebar dari kasus pembunuhan menjadi pelecehan seksual.
Padahal, sambung dia, kasus ini berawal dari tembak menembak antara anggota kepolisian.
“Yang nembak-menembak, polisi nembak polisi di rumah polisi, ditangkap oleh polisi yang mati CCTV. Tiba-tiba Kapolri polisi membentuk tim. Kompolnas masuk. Judulnya polisi semua,” kata Laksamana Muda (Purn) Soleman B Ponto d dalam acara Crosscheck by Medcom.id, dikutip dari TribunJabar, Minggu (17/7/2022).
“Ya jadi liar apa gara-gara ini-nya sendiri. Padahal kan kalau kita kembali lagi ke fakta itu hanya pembunuhan saja, titik. Kenapa jadi belok ke sana ke mari,” ujarnya menambahkan.
Atas melebarnya spekulasi ini, Soleman pun menduga ada sesuatu hal yang disembunyikan.
“Nah dari situ, lagi-lagu intelijen melihat, ada sesuatu yang disembunyikan,” ujarnya.
Padahal, sambung dia, jika kasus pembunuhan, cukup hanya melibatkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Selain itu sejumlah fakta menunjukkan adanya hasil autopsi atas peristiwa penembakkan yang menwaskan Yoshua.
Namun, sambung Soleman, hingga kini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
Baca Juga : Ini Lokasi Rekaman CCTV ‘Saksi Kunci’ Penembakan Brigadir J
“Kalau autopsi oleh penembakkan, maka kita jangan bicara dulu itu pelecehan seksual, kita bicara aja penembakkan. Kan, harus konsisten dong,” ucapnya.
“Jangan [..] ini logika waras publik ini sekarang teracak-acak dengan penyampaian-penyampaian ini. Lalu tiba-tiba Kapolri jugaa masuk (membentuk tim). Lah sekarang bagaimana mau percaya masyarakat,” sambung dia.
Sumber : tribunnews.com