Sumut

Pelibatan Masyarakat Mendorong Partisipasi Dalam Pengawasan Pemilu 2024

Oleh : Barrack Donggut Simbolon SH

Sejarah pemilu 1971 pernah terjadi, semisal maraknya bentuk pelanggaran dan kecurangan, dan salah satunya soal manipulasi penghitungan suara oleh petugas pemilu. Atas permasalahaan itu , perundang-undangan pemilu melahirkan lembaga pengawas pemilu yang sekarang dikenal sebagai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Sejak saat itu, fungsi kontrol diperankan oleh Bawaslu, yang oleh undang-undang diberikan tugas mengawasi segala hal terkait proses pemilu untuk menjamin agar pemilu berjalan sesuai ketentuan, dan asas pemilu diperlukan suatu pengawalan terhadap jalannya setiap tahapan.

Berkembangnya peraturan perundangan, ada juga pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap proses penyelenggaraan pemilu yang disebut pemantau pemilu. Partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan pemilu, adalah bentuk dari penggunaan hak warga negara untuk mengawal hak pilihnya, dan juga merupakan upaya kontrol dari publik untuk menjaga suara dan kedaulatan rakyat di dalam penyelenggaraan negara. Yang relasinya, Bawaslu dan masyarakat, sama-sama pengawas, pemantau pemilu, karena merupakan satu bagian dari upaya kontrol terhadap proses penyelenggaraan pemilu yang memiliki satu fungsi yang sama sebagai upaya mengawal penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil.

Bawaslu sebagai fungsi yang terlembaga dalam pengawasan pemilu, dan mempunyai tugas dan wewenang lebih luas untuk menyelesaikan pelanggaran pemilu dan sengketa pemilu. Sedangkan partisipasi masyarakat lebih pada penggunaan hak warga negara untuk mengawal hak pilihnya, dan sebagai pemantauan dengan melaporkan ke pengawas pemilu agar segera ditindaklanjuti.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Untuk itulah, penulis membahas bagaimana konsep, dan gagasan dalam pelibatan dan partispasi masyarakat dalam melakukan pengawasan pemilu untuk dijadikan sebagai salah satu referensi membangun pengawasan pemilu berbasis masyarakat.

Sebab, penguatan kelembagaan pengawas pemilu inilah yang membedakan dengan fungsi pengawasan yang dilakukan masyarakat. Hasil pengawasan masyarakat tidak serta-merta bisa ditindaklanjuti, karena hanya lembaga pengawas pemilu yang berwenang menerima laporan masyarakat dan menindaklanjutinya.

Berdasarkan latar belakang di atas, ini dilakukan untuk melihat bagaimana relasi pengawas dan pemantau pemilu dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap pemilihan umum yang jujur dan adil. Dan bagaimana pelibatan dan partisipasi masyarakat yang efektif dalam pengawasan pemilu.

Sebab, beban pengawasan dan upaya mendorong partisipasi masyarakat memang diletakkan pada Bawaslu. Bawaslu telah diberikan mandat undang-undang untuk menjalankan fungsi pengawasan, juga telah dibekali struktur kelembagaan yang kuat, bahkan hingga tingkat paling bawah. Begitu juga anggarannya, untuk mengontrol secara berkala.

Pertanyaannya, bagaimana relasi pengawas dan pemantau pemilu dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap pemilihan umum yang jujur dan adil?

1).Mendorong Partisipasi Publik

Bawaslu perlu melakukan rencana strategis untuk mendorong partisipasi publik, agar pemetaan pelanggaran dan penekanan pada prioritas pencegahan akan memudahkan Bawaslu dalam mendorong pelibatan dan partisipasi pemilih. Dengan demikian, Bawaslu dapat menentukan pelibatan masyarakat berdasarkan partisipan, informasi yang akan disampaikan, tata cara penyampaian, dan fasilitas/fasilitator yang akan mendukung penyampaian informasi yang efektif.

Berdasarkan hal itu, rencana strategis yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut ;

A.Pemetaan Kelompok Penguatan Partisipan

Bawaslu mesti memetakan kelompok yang dinilai relevan untuk dilibatkan dalam pengawasan baik dalam rangka penindakan maupun pencegahan. Kelompok ini, yang kemudian didorong untuk turut serta berpartisipasi sesuai dengan masing-masing karakteristiknya.

Mulai, komunitas. Komunitas yang potensial dan berkepentingan secara langsung dengan proses penyelenggaraan pemilu.

Sesungguhnya pemilu berlangsung untuk memfasilitasi pemilih menggunakan kedaulatannya dalam menentukan pemerintahan yang sah.

Oleh karena itu, kepentingan pemilih adalah memastikan bahwa suara yang telah diserahkan dalam pemilu mampu menentukan wakil rakyat sesuai pilihannya. Pemilih berkepentingan pada kedaulatannya agar tidak termanipulasi oleh beragam kecurangan, baik yang dilakukan peserta pemilu maupun penyelenggara pemilu.

Berdasarkan hal itu, teorinya pemilih adalah kelompok yang potensial untuk dilibatkan dalam proses pengawasan pemilu. Namun sayang, pemilih sebagai potensi partisipan tidak mudah untuk digalang. Kesadaran kritis pemilih untuk mengawal suaranya belum cukup bisa diandalkan, mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi pemilih.

Kesadaran politik pemilih sulit berkembang, karena harus dihadapkan pada pragmatisme politik yang cukup kuat. Kondisi itu yang kemudian menyebabkan menurunnya jumlah relawan.

Orang yang mau jadi relawan pemantau sangat sedikit dan mengalami penurunan. Biasanya orang meminta untuk didaftar sebagai pemantau, tapi sekarang, kuantitasnya menurun.

Posisi partisipasi mestinya muncul dari kesadaran politik masyarakat, di mana masyarakat memiliki hak dan bertanggungjawab terhadap seluruh proses. Namun, seringkali kesadaran politik tersebut luntur seiring dengan gempuran pragmatisme elite.

Gempuran pragmatisme elite ini merupakan tantangan yang paling berat dalam mendorong partisipasi masyarakat. pemilih sudah dikapitalisasi, dimana politik uang telah menyebabkan apatisme warga tinggi. Tantangannya adalah melawan apatisme warga dan serangan kandidat yang gemar berpolitik uang. Meskipun gempuran pragmatisme politik cukup kuat, ternyata sesungguhnya masih cukup banyak kelompok yang memiliki kepedulian dan kesadaran kritis keluar dari gempuran itu.

Namun itu, masih banyak orang yang memiliki kesadaran politik tinggi, adanya diskusi-diskusi, mulai dari diskusi kampung ke kampung. Pelibatan masyarakat dalam diskusi ini tidak didasarkan pada orientasi uang, karena mereka secara sukarela dan memahami pentingnya forum tersebut sebagai upaya partisipasi.

Tantangan ini mestinya bisa terjawab, sebelum mendorong pelibatan masyarakat dalam proses pengawasan, meskipun secara sadar ternyata tantangan itu juga muncul dari regulasi yang tidak berpihak dan anggaran yang kurang mendukung. Semisal, regulasi pelaporan pelanggaran sebagai tindaklanjut pengawasan/pemantauan hanya bisa dilakukan oleh pemilih.

Oleh karena itu, dalam setiap laporan dugaan pelanggaran, pelapor akan ditanyakan apakah sudah terdaftar atau belum? Artinya, ketika pelapor tidak terdaftar sebagai pemilih, ya tidak bisa menggunakan haknya untuk menyampaikan laporan. Segi penganggaran juga belum mendapatkan dukungan yang serius. Bawaslu lebih cenderung mengarah pada penguatan Panitia Pemungutan Lapangan (PPL). Bawaslu mengajukan dua orang mitra PPL yang akan membantu proses pengawasan, dibandingkan dengan mengalokasikan anggaran untuk mendorong partisipasi masyarakat.

Berdasarkan kondisi itu sebaiknya dukungan baik regulasi maupun penganggaran bisa menjadi prioritas. Dukungan ini didorong sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran kritis pemilih akan hak politiknya. Hak politik pemilih tidak sebatas pada pemberian suara, tetapi harus memastikan bahwa suara mereka akan dikonversi dalam keterwakilan sesuai suara pemilih.

B.Politik Identifikasi

Terrhadap kelompok yang sadar politik cukup banyak dan beragam. Masing-masing kelompok ini memiliki kekuatan dan potensi masing-masing yang mesti diidentifikasi oleh Bawaslu.

Identifikasi terhadap mereka akan memudahkan untuk melibatkan mereka terhadap isu-isu spesifik yang sesuai dengan kompentensi masing-masing.

Beberapa kelompok yang mudah untuk diidentifikasi adalah pemantau pemilu, organisasi masyarakat sipil, universitas, organisasi kemasyarakatan dan kelompok lainnya.

Kelompok pemantau umumnya memiliki relawan yang cukup besar dan tersebar dibanyak tempat. Keberadaan pemantau ini perlu dilibatkan secara maksimal oleh pengawas pemilu. Kondisi yang sama juga dimiliki oleh universitas atau kampus. Paling tidak, kelompok ini memiliki dua potensi yakni relawan dari mahasiswa dan sekaligus sebagai kelompok terdidik.

Oleh karena itu, Bawaslu perlu mengidentifikasi potensi masing-masing kelompok.

Yakni ;

-Konten Informasi 

Konten informasi yang akan menjadi objek pemantauan disesuaikan dengan keberadaan partisipan. Bentuk-bentuk pelanggaran yang menjadi target penindakan didorong untuk dilakukan pemantauan dengan target akurasi data dan informasi. Bentuk pelanggaran yang terjadi, antara lain, politik uang, dana kampanye, manipulasi suara, jual beli suara yang menyebabkan penggelembungan maupun penggembosan suara dan pelanggaran lainnya.

Terhadap pelanggaran demikian, hasil pengawasan dan pemantauannya diperlukan akurasi data dan informasi sehingga dapat ditindaklanjuti. Disinilah keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam konteks pengawasan objek pelanggaran diperlukan, Ini memudahkan Bawaslu dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran. Terhadap objek pengawasan ini, Bawaslu harus mendorong pelibatan kelompok masyarakat atau pemantau yang memiliki kemampuan dan keahlian dibidang tersebut.

Bawaslu bisa melibatkan komunitas pemantau, kelompok masyarakat yang bekerja untuk isu transparansi dan akuntabilitas anggaran serta komunitas terkait lainnya. Hal ini tentu berbeda dengan pelanggaran yang masuk dalam kategori objek pencegahan yang berupa pelanggaran ringan dan tidak mempengaruhi terhadap hasil pemilu. Terhadap pelanggaran seperti ini, pelibatan masyarakat secara luas diperlukan.

Jadi, pengawasan dan pemantauan terhadap objek pelanggaran seperti ini lebih ditekankan pada publikasi potensi pelanggaran maupun pelanggarannya. Pengawasan terhadap objek pelanggaran ini tidak ditekankan pada akurasi data, tetapi pada besaran partisipasi masyarakat untuk turut mengawasi. Meskipun ada pembedaan yang tegas antara target pengawasan untuk penindakan (akurasi data dan bukti) dengan pengawasan untuk pencegahan (pelibatan masyarakat), dan tidak tertutup kemungkinan komunitas ini saling melakukan pengawasan terhadap objek yang sama.

Terhadap kondisi ini sesungguhnya tidak menjadi persoalan signifikan hanya saja nantinya dapat berkonsekuensi terhadap penanganan dan tindaklanjut suatu perkara.

-Informasi Efektif

Pendekatan penyampaian informasi dalam rangka pelibatan dan partisipasi mesti disesuaikan dengan partisipan yang dilibatkan dalam pengawasan.

Partisipan yang berasal dari pemilih tentunya akan diberikan pendekatan berbeda dengan partisipan kelompok masyarakat sipil.

Terhadap partisipan yang berasal dari pemilih, tingkat partisipasinya minimal dalam tahap pemberitahuan informasi. Hal ini dilakukan, mengingat jumlah pemilih yang sangat besar dan tersebar di wilayah yang sangat luas. Oleh karena itu, cara yang digunakan adalah pemberian informasi secara sederhana dengan menggunakan metode yang memudahkan bagi semua pihak untuk mengakses informasi dan menyampaikan informasi yang diperolehnya.

Pendekatan ini tentunya berbeda dengan yang akan dilakukan terhadap komunitas sadar politik, seperti pemantau. Target sasaran dari proses pelibatan masyarakat ini adalah, paling tidak, pada tahap konsultasi. Pemantau pemilu sebagai kelompok sadar politik harus dilibatkan secara intensif baik sebagai partner dalam pengambilan kebijakan maupun pengawasan, khususnya penindakan terhadap pelanggaran pemilu.

-Bawaslu Fasilitator

Agar proses pelibatan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan berjalan dengan baik, diperlukan fasilitator yang akan mendorong pengawasan partisipatif oleh masyarakat. Fasilitator ini akan menjadi penghubung atau pihak yang berperan memfasilitasi pemilih atau kelompok sadar politik dalam melakukan pengawasan. Tugas fasilitator cukup berat, yakni memfasilitasi masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengawasan/pemantauan.

Bawaslu harus mampu menumbuhkan semangat masyarakat untuk terus melakukan pengawasan dengan menjaga agar pengawasan tetap berjalan efektif. Karena itu, setiap laporan pelanggaran harus ditindaklanjuti secara serius. Bawaslu tidak hanya menerima laporan, tetapi juga membantu memfasilitasi pelapor untuk memenuhi syarat baik formal maupun material sehingga laporan pelanggaran tersebut dapat ditindaklanjuti.

Keberadaan Bawaslu juga bisa menjadi partner bagi masyarakat dalam pengawasan dan memastikan hak-hak politik mereka tidak terlanggar. Namun persoalannya, fasilitator daerah ini seringkali terjadi benturan-benturan dengan pemantau. Sebab, pemantau tidak hanya menjalin kerjasama dengan pengawas, tetapi sekaligus memastikan Bawaslu dan jajarannya menjalankan tugas dan kewenangannya dengan baik.

C.Pelibatan Partisipasi Masyarakat

Pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu memiliki tantangan yang sangat besar. Tantangan itu terkait dengan peta persoalan yang akan muncul, seperti politik uang, kompetisi antar-partai politik, dan bahkan antar-caleg dalam satu partai politik. Kompetisi yang begitu kuat akan berpotensi memunculkan banyak penyimpangan yang harus diantisipasi oleh Bawaslu. Persoalan itu akan semakin rumit, mengingat besarnya wilayah kompetisi yakni diseluruh wilayah baik tingkat pusat maupun daerah dengan kondisi geografis yang beragam.

Bawaslu mesti membuat strategi efektif agar pengawasan bisa dilakukan secara maksimal. Pertama, mesti disusun peta permasalahan terhadap wilayah dan tahapan yang rawan terjadinya pelanggaran. Berdasarkan kriteria tersebut, bisa menekankan pada dua tahapan penting yakni penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan tahapan pemungutan penghitungan suara, mulai pemilihan hingga penetapan hasil pemilu.

Kedua, tahapan ini dianggap penting, karena terkait langsung dengan hak pemilih untuk bisa menggunakan suaranya. Tahap pendaftaran pemilih, tahap ini paling menentukan yakni sebagai inti dari semua tahapan pemilu. Selain itu, tahap pemungutan dan penghitungan suara rawan terjadinya penyimpangan.

Menjawab persoalan dan tantangan tersebut, memang tidak bisa hanya dilakukan melalui mekanisme yang selama ini berlangsung. Bawaslu mesti membuat inovasi dan terobosan sehingga bisa menutup kelemahan-kelemahan yang ada. Bawaslu tidak bisa menjalankan tugasnya sendiri, tetapi juga harus melibatkan publik dan mendorong partisipasi publik yang lebih efektif. Strategi pelibatan dan partisipasi mesti didesain sedemikian rupa sehingga tepat sasaran.

Pelibatan bisa dilakukan terhadap pemilih secara umum maupun kelompok masyarakat yang terorganisir, seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok pemantau, organisasi masyarakat, perguruan, sekolah yang memiliki kesadaran politik untuk turut serta mengawal proses pemilu.

Berdasarkan sasaran masyarakat tersebut, prinsipnya Bawaslu harus menyiapkan mekanisme yang memudahkan bagi pemilih. Sebab, evaluasi sebelumnya, mekanisme partisipasi dalam pengawasan sangat rumit. Pemilih tidak hanya datang langsung ke Bawaslu, tetapi juga menyiapkan bukti-bukti yang harusnya menjadi tugas dan wewenang dari Bawaslu.

Prinsipnya, partisipasi dalam pengawasan harus dilakukan dengan memudahkan pemilih. Jadi, orang yang akan turut berpartisipasi tidak mengalami kesulitan yang berarti untuk melakukan pengawasan. Ditengah-tengah rendahnya tingkat partisipasi, hal yang diperlukan adalah mendorong masyarakat untuk ikut terlibat. Bahkan, patut untuk diapresiasi jika masyarakat mau terlibat dan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Prinsip lainnya yang harus diberlakukan adalah kecepatan dan bukan akurasi. Kecepatan berarti partisipasi didesain untuk mendorong percepatan identifikasi, pelaporan terhadap suatu dugaan pelanggaran. Begitu peserta pemilu melakukan pelanggaran, maka dengan segera dapat diidentifikasi dan dipublikasikan dugaan pelanggaran itu, tanpa harus menuntut untuk melakukan proses selanjutnya. Paling penting adalah bagaimana suatu dugaan pelanggaran dapat diidentifikasi dengan segera dan terpublikasikan dengan baik.

Pertanyaannya, bagaimana dengan tingkat akurasinya? Soal akurasi mestinya menjadi tugas dari pengawas pemilu. Begitu muncul laporan pelanggaran, pengawas pemilu yang akan melakukan verifikasi dan bahkan menindaklanjutinya ke lapangan untuk memastikan, apakah memang benar terjadi pelanggaran atau tidak? Bahkan,semestinya pengawas pemilu yang bertugas untuk mengumpulkan alat bukti dan saksi atas suatu dugaan pelanggaran. Meskipun, soal akurasi laporan pelanggaran menjadi tugas pengawas pemilu, pengawas bisa menerapkan strategi lainnya yakni dengan mendukung kelompok-kelompok sadar politik untuk membantu pengawasan.

Pengawas pemilu memang harus memisahkan antara prinsip percepatan dan akurasi. Konteks penerapan prinsip akurasi, pengawas pemilu harus memilih partner yang tepat dan bahkan mendorong mereka untuk menjadi pendukung dalam pengawasan dalam rangka penindakan.

Oleh karena itu, ke depan target akurasi dan target percepatan bisa dipisahkan. Target pelibatan dan partisipasi dengan prinsip akurasi data pelaporan bisa didorong kepada kelompok masyarakat atau pemantau yang memang memiliki visi dan misi dalam mendorong pemilu bersih dan melaporkan setiap pelanggaran. Terhadap kelompok ini. Bawaslu harus melibatkannya dengan lebih tersistematis.

Bawaslu harus menyiapkan kelompok masyarakat ini untuk bisa membantu pekerjaan pengawasan dan penindakan terhadap sebuah pelanggaran. Pendekatan ini memang berbeda terhadap mekanisme yang digunakan terhadap pemilih. Terhadap pemilih diberlakukan prinsip memudahkan dan kecepatan untuk tujuan pencegahan terhadap pelanggaran.

Jika setiap pelanggaran dapat teridentifikasi dengan baik dan dipublikasikan, harapannya peserta pemilu akan berpikir ulang untuk melakukan pelanggaran. Peserta pemilu akan merasa terawasi. Bukan hanya oleh Bawaslu dan pemantau, tetapi juga oleh pemilih (deterrence effect) sendiri.

Berdasarkan beberapa hal tersebut, Bawaslu harus menciptakan inovasi baru dalam mendorong tingkat partisipasi dan keterlibatan publik. Beberapa hal yang bisa didesain adalah sebagai berikut ;

a.Daftar Pemilih 

Pendaftaran pemilih merupakan salah satu tahapan yang krusial terjadinya penyimpangan, baik karena faktor pendataan penduduk yang belum rapi maupun desain pelanggaran yang sifatnya sistematis-terstruktur dan masif. Mengingat hal itu, untuk pendaftaran pemilih perlu adanya pemantauan khusus terhadap tahap ini. Persoalan yang sering muncul paling tidak ada dua yakni maraknya Ghost Voter atau pemilih fiktif maupun pemilih yang tidak terdaftar. Terhadap persoalan ini, Bawaslu bisa menyiapkan mekanisme yang memudahkan bagi pemilih dan kelompok masyarakat untuk mengidentifikasinya.

Bawaslu bisa memulainya dengan melakukan kampanye publik dan memberikan informasi yang memadai kepada pemilih untuk turut serta melihat dan mengidentifikasi kejanggalan dalam pendaftaran pemilih. Kampanye ini mesti digalakkan secara masif, sehingga semua orang dan pemilih merasa tertarik untuk melihat apakah mereka terdaftar.

Langkah berikutnya, mesti disiapkan mekanisme atau alat untuk menampung masukan masyarakat atas hasil identifikasinya terhadap daftar pemilih. Mekanisme ini harus memudahkan pemilih dan semua kelompok, sehingga begitu mengetahui ada persoalan terkait daftar pemilih bisa langsung memberikan responnya, berupa facebook, twitter atau SMS.

Media komunikasi atau media sosial ini dipilih, karena untuk konteks hari ini sangat familiar dengan masyarakat. Diharapkan, masyarakat/pemilih bisa menggunakannya sebagai alat komunikasi dalam menyalurkan aspirasi dan identifikasinya.

Kerja Bawaslu dalam konteks ini adalah mendorong pemilih untuk menggunakan media sosial. Selain, harus dipastikan bahwa media sosial yang digunakan oleh pemilih tidak menimbulkan persoalan dikemudian hari. Sebab, mereka kelak harus berhadapan dengan pihak yang merasa dirugikan. Oleh karena itu, perlu dipikirkan adanya mekanisme yang lebih aman bagi masyarakat, apakah hasil identifikasinya itu akan terpublikasikan atau tidak?

Mestinya ada sistem yang bisa didesain untuk melindungi pemilih, yakni setiap partisipasi masyarakat hanya akan menjadi konsumsi Bawaslu sebagai otoritas pengawas pemilu. Atas partisipasi ini, perlu ditunjuk tim yang bertanggungjawab untuk mengelola informasi yang hasilnya menjadi bahan pengawasan untuk ditindaklanjuti.

2.Pengawasan Teknologi Informasi

Konsep pengawasan semesta ini didasarkan pada pemikiran bahwa setiap pemilih adalah pemantau, minimal untuk suara mereka sendiri. Masing-masing pemilih adalah pemantau untuk lingkungan mereka masing-masing.Minimal, tempat mereka memberikan suara. Oleh karena itu, dalam mendorong konsep pengawasan semesta, kerja besarnya adalah melakukan pendidikan pemilih akan hak politiknya dalam pemilihan umum.

Hak pemilih dalam pemilu tidak hanya memberikan suara pada hari pemungutan suara. Pemilih juga harus memastikan bahwa haknya itu tidak dimanipulasi oleh penyelenggaraan pemilu yang buruk. Konteks sekarang, pemilu bukan hanya soal berbagi rezeki (uang), tapi juga memberikan kesadaran politik bahwa pemilu adalah hak untuk memberikan kedaulatan dan memastikan bahwa kedaulatan pemilih tidak terganggu. Hal yang bisa dilakukan adalah membangun kesadaran politik pemilih.

Bawaslu bisa langsung melakukan pendekatan kepada masyarakat bahwa pengawasan pemilu diperlukan untuk memastikan hak politik mereka tidak terlanggar. Jika kemudian terjadi pelanggaran, pengawas pemilu perlu mendorong agar melaporkannya. Kesadaran pemilih itu merupakan kunci pertama mendorong keberhasilan partisipasi. Tanpa adanya kesadaran politik masyarakat, partisipasi dalam pengawasan pemilu tidak akan berjalan.

Namun begitu, kesadaran pemilih tidak bisa berdiri sendiri, perlu ada mekanisme yang memudahkan untuk memfasilitasi kesadaran tersebut. Mekanisme yang memudahkan harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki pemilih. Saat ini, potensi yang cukup besar adalah penggunaan media sosial seperti facebook, twitter, dan SMS serta media sosial lainnya.

Oleh karena itu, sistem pelaporan pelanggaran tidak harus dilakukan seperti metode konvensional selama ini. Jadi, pemilih didorong untuk melaporkan pelanggaran secara cepat dan aman. Pemilih bisa melaporkan pelanggaran kapanpun dan dimanapun mereka berada. Sedangkan, pelaporan secara aman dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan identitas pelapor agar tidak diketahui oleh pihak lain. Identitas pelapor hanya akan diketahui oleh petugas yang disiapkan untuk menangani pelaporan secara online. Hal ini hanya untuk kepentingan verifikasi data dan informasi, serta kebenaran dari laporan itu.

Memang mekanisme ini tidak bisa menjangkau semua lini, mengingat keterbatasan wilayah pengguna internet. Namun, metode ini bisa efektif untuk wilayah-wilayah lainnya. Adapun target dalam penggunaan media ini bisa ditujukan untuk pemilih pemula. Mereka ini biasanya tersebar di gereja, ormas, perguruan tinggi dan sekolah-sekolah. Bahkan, mereka yang belum memiliki hak pilih juga dapat berpartisipasi aktif dengan menggunakan media sosial dalam melakukan pemantauan.

Ini juga bisa dijadikan media sosialisasi dan kampanye oleh Bawaslu, agar lebih masif. Jika kampanye akan keterlibatan dan partisipasi masyarakat dilakukan secara masif, maka akan menjadi faktor pendorong peserta pemilu untuk lebih berhati-hati dan tidak melakukan pelanggaran. Ini berarti langkah awal dalam pencegahan pelanggaran.

1.Gereja

Menjalankan tugas-tugas pendidikan pemilih dan penyadaran masyarakat tidak bisa dilakukan sendiri. Bawaslu mesti memiliki public relation yang akan menyampaikan pesan-pesan pentingnya pengawasan oleh masyarakat. Tugas mereka adalah mensosialisasikan pengawasan dan mendorong pemilih untuk berpartisipasi dalam pengawasan. Peran gereja sangat memiliki pengaruh luas, mulai pendeta, sintua. Pihak gereja ini memiliki pengaruh signifikan untuk mendorong orang turut-serta dalam pengawasan pemilu, diharapkan mampu mendorong partisipan-partisipan yang dipilih, seperti pemilih pemula turut berpartisipasi. Kelompok ini dipilih, karena cenderung bebas kepentingan, memiliki sifat optimis, dan yang paling penting bisa memberikan untuk mendorong orang lain berpartisipasi, baik keluarga maupun lingkungan sekitar.

Kemudian, kelompok-kelompok pemilih pemula gereja disebut sebagai democracy heroes (pahlawan demokrasi), ini diperlukan untuk mendorong semangat dan partisipasi. Kelompok pemula ini sangat penting dalam mendorong berjalannya demokrasi di Indonesia. Mereka didorong untuk menggunakan tools yang telah disiapkan oleh Bawaslu. Jadi tools berupa media sosial yang didesain itu akan menjadi alat yang digunakan dalam setiap program partisipasi pengawasan.

Remaja gereja ini, menjadi potensi yang bisa digarap dalam mendorong partisipasi masyarakat. Remaja gereja ini, biasanya memiliki acara pertemuan-pertemuan, kegiatan gereja atau pertemuan latihan remaja gereja. Dapat membahas, kampanye partisipasi publik ini, yakni penanaman netralitas atau ketidakberpihakan pada orang atau kelompok tertentu

2.Partisipasi Dalam Pengawasan Pemilu

Fakta munculnya penolakan pengawas pemilu tingkat lapangan memang tidak bisa dibantah, meskipun juga tidak sedikit pengawas lapangan yang sangat terbuka dengan partisipasi masyarakat. Itu menjadi pekerjaan rumah bagi Bawaslu untuk menanamkan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan tugas pengawasan pemilu. Nilai partisipasi perlu diinternalisasi dalam tubuh pengawas pemilu, khususnya tingkat lapangan. Penanaman nilai-nilai partisipasi bisa dilakukan dengan merombak mekanisme bimbingan teknis dan pelatihan yang selama ini dijalankan. Bimbingan teknis maupun rapat koordinasi yang dibangun pengawas pemilu mestinya tidak sekadar transfer pengetahuan teknis pengawasan. Perlu juga menjadi perhatian bagi Bawaslu untuk memasukkan pemahaman tentang pengawasan pemilu oleh masyarakat.

Hal ini sangat penting dan diperlukan, mengingat pengawas pemilu tingkat lapangan akan menjadi agen atau fasilitator dalam partisipasi publik. Merekalah yang akan menjadi ujung tombak mendorong partisipasi publik berjalan. Kesadaran yang tinggi atas pentingnya pelibatan akan mendorong dan mendongkrak partisipasi publik di masyarakat. Peran pengawas lapangan bisa mendorong dan mengoordinasikan kelompok, seperti Democracy Heroes.

Kemudian, pengawas lapangan harus memahami bahwa jumlah mereka yang sangat terbatas merupakan kelemahan dan cenderung menghambat dalam pengawasan pemilu. Karena itu, kelompok-kelompok seperti Democracy Heroes ini akan sangat membantu tugas tugas mereka dalam pengawasan tahapan pemilu dan rekapitulasi suara. Pengawas tingkat lapangan juga bisa memainkan peran-peran yang diharapkan mampu mendorong tingkat partisipasi.

Beberapa hal itu adalah sebagai berikut:

a.melakukan pendidikan pemilih dan melakukan rekrutmen (mengkoordinir pemilih yang memiliki kesadaran politik)

b.melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat untuk melakukan sosialisasi

c.menggunakan pendekatan lokal untuk mengajak masyarakat dalam berpartisipasi dalam pemilu.

Partisipasi dan pelibatan masyarakat ini, dapat melihat gambaran partisipasi dan pelibatan masyarakat yang efektif, meskipun pengawasan bisa dilakukan siapapun. Namun, ada beberapa kelemahan masyarakat dalam melakukan pengawasan.

Diantaranya ;

a.belum mampu menjadi penyeimbang yang efektif bagi kekuatan negara

b.masyarakat disibukkan oleh urusan-urusan domestik yang bersifat elementer

c.belum terbentuk massa yang kritis. Secara spesi

Untuk itu, penulis berharap Bawaslu harus secara sadar dan terencana mengalihkan perhatiannya kepada pemilih dan kelompok yang cenderung non-partisan. Pemilih harus didekati, dimudahkan upayanya untuk turut berpartisipasi, dijamin haknya sebagai pemilih serta diberikan perlindungan agar turut berpartisipasi atau bahkan menginisiasi kekuatan besar untuk menghalau penyimpangan pemilu.

Kekuatan pemilih yang cukup besar dengan sebaran wilayah merata bisa menutup kelemahan pengawas pemilu dalam menjalankan tugas pengawasan.

Mendorong upaya tersebut, Bawaslu mesti memulai merangkul aktor-aktor yang mendukung, kerjasama dengan beberapa aktor dan menyesuaikan dengan peran utama masing-masing lembaga. Seperti kerjasama dengan penggiat pemilu, perguruan tinggi, gereja, kelompok masyarakat dengan tujuan agar ada dukungan terhadap upaya Bawaslu dalam melakukan pencegahan. Hal ini sebenarnya sudah dilakukan dengan cukup intensif, seperti pemaparan, sosialisasi, hanya saja perlu upaya lanjutan agar aktor-aktor ini bisa bekerja lebih efektif mendorong partisipasi lebih luas.

Diantaranya ;

(a).kuantatif: menghimpun seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama melakukan pengawasan

(b).kualitatif: mendorong terciptanya kesadaran masyarakat. Keberadaan posko pengawasan terpadu.

Jika kesadaran kolektif pemangku kepentingan bisa diwujudkan, maka dapat dipastikan bahwa pemilu akan berjalan secara demokratis.

 

(***)

Ruangpers.com

Leave a Comment

Recent Posts

Cara Urus Kartu ATM yang Tertelan, Begini Caranya

Jakarta, Ruangpers.com - Mesin ATM atau Automatic teller Machine memudahkan nasabah bank untuk melakukan transaksi…

4 jam ago

Penginapan di Tebing Tinggi Terbakar, Diduga Dipicu Korsleting Listrik

Tebing Tinggi, Ruangpers.com - Sebuah penginapan di Jalan Suprapto, Kelurahan Pasar Gambir, Kecamatan Tebing Tinggi,…

4 jam ago

Heboh Emak-Emak Ngamuk-Tampar Polisi Berujung Dilaporkan

Makassar, Ruangpers.com - Seorang emak-emak berinisial M (43) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) marah-marah…

4 jam ago

Terkait Bantuan Bencana di Desa Simangulampe, Berikut Penjelasan Kadis Sosial Humbahas

Humbahas, Ruangpers.com  - Terkait bantuan bencana di Desa Simangulampe yang katanya belum dibagikan kepada masyarakat…

20 jam ago

Polres Pematangsiantar Hadiri Penanaman Pohon di Waduk Simarimbun Perumda

Pematangsiantar, Ruangpers.com - Kapolres Pematangsiantar, AKBP Yogen Heroes Baruno SH, SIK diwakili Kasat Binmas, AKP…

21 jam ago

Main Futsal Berujung Pengeroyokan, Polsek Siantar Selatan Amankan Dua Orang Pelaku

Pematangsiantar, Ruangpers.com - Polsek Siantar Selatan berhasil mengamankan dua pelaku penganiayaan secara bersama - sama…

21 jam ago