Oleh : Ketua DPD PIKI Provinsi Sumatera Utara, Dr. Naslindo Sirait, SE, MM
Paskah Sarana Keadilan dan Kebenaran Allah Dinyatakan
Dalam Kitab Roma 3 ayat 23 disebuat bahwa manusia telah jatuh kedalam dosa dan telah kehilangan kemulian Allah. Maka tidak ada harapan bagi manusia untuk dapat diselamatkan dari hukum dosa yaitu Maut.
Seharusnya setiap orang akan dihukum karena telah berdosa, dimana Iblis selalu menuntut kepada Allah agar penghukuman Allah diterapkan kepada orang berdosa, dan dipastikan tidak akan ada seorangpun yang selamat, karena orang berdosa tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri keluar dari konsekwensi dosa yaitu maut.
Dengan kata lain manusia tidak berdaya, tidak memiliki peluang atau harapan untuk diselamatkan, maka untuk mengatasi ketidakberdayaan inilah, maka Allah berinisiatif untuk mengorbankan anakNya sebagai tebusan atas seluruh dosa umat manusia melalui pengorbanan Yesus di Kayu Salib.
Dengan pengorbanan ini, maka keadilan Allah (misphat) ditegakkan dan bahwa setiap pelanggaran harus dibayar/ditebus, dan Tuhan Yesus melakukan itu sebagai ganti kita yang berdosa, karena Dia satu-satunya yang tidak berdosa, yang mampu menanggung seluruh dosa manusia.
Maka prinsip keadilan Allah juga didasari oleh kasih, karena Allah adalah kasih itu sendiri ini lah kebenaran Allah (sedeqah). Tanpa Kasih, tidak mungkin Allah mau berkorban sedemikian rupa untuk manusia yang telah rusak dan tidak punya nilai lagi dihadapan Allah.
Maka ketidakberdayaan ini akan mendapatkan jalan keluarnya yaitu bahwa setiap orang yang percaya akan kematian Yesus di Kayu Salib adalah untuk penebusan dosa umat manusia, maka dengan iman kepercayaan inilah setiap orang akan beroleh keselamatan dan kehidupan kekal.
Namun demikian, setiap orang yang merespon dengan sikap tidak percaya atas penebusan Yesus di Kayu Salib, akan tetap berada dalam hukum dosa yaitu maut. Dengan demikian penerapan keadilan bukan untuk membinasakan tetapi untuk menawarkan kehidupan berdasarkan sikap pertobatan.
Bagaimana Gereja merespon Paskah dalam membangun keadilan dan kebenaran dalam kehidupan Gereja
Membangun keadilan dan kebenaran dalam Gereja harus dimaknai bahwa setiap pemimpin membutuhkan kehadiran Allah dan prinsip-prinsip-Nya dalam kehidupan pelayanan.
Tidak ada seorangpun pemimpin yang memiliki hikmat dan kemampuan untuk merekonstruksi keadilan, tanpa konektivitas yang erat dengan Allah itu sendiri.
Dengan hubungan yang intim dengan Allah, maka setiap orang dalam gereja baik Pendeta, Penatua maupun Jemaat akan mampu membangun kehidupan pelayanan yang berkeadilan, dengan prinsip kebenaran dan kasih. Prinsip kebenaran dan kasih haruslah melandasi setiap kebijakan yang mengatur kehidupan berjemaat, dan menjadikan kasih itu sebagai roh untuk menggerakkan setiap tindakan dalam kondisi apapun.
Keadilan tanpa kasih akan menjauhkan seseorang dari Tuhan dan sesama, namun sebaliknya kasih tanpa keadilan akan membuat orang berkompromi dengan dosa.
Maka untuk memastikan keduanya berjalan beriringan, maka gereja harus mampu menyuarakan kebenaran dan keadilan berdasarkan kasih kepada siapapun didalam komunitas gereja, karena tanpa itu fondasi gereja akan runtuh, dan tidak lebih dari sekedar organisasi kesibukan saja.
Gereja juga harus mampu mengoreksi kebenaran “relative” yang didasarkan pada upaya menyesuaikan diri dengan kehidupan pos modernisme, dimana kebenaran menjadi abu-abu dan bisa diadaptasi. Padahal prinsip kebenaran adalah mutlak, sesuai dengan hukum Allah yang adalah mutlak.
Dalam memastikan prinsip keadilan itu diterapkan secara universal, maka gereja harus lebih banyak menjangkau orang-orang lemah, miskin dan tak berdaya, sebab disanalah medan pelayanan yang lebih luas dan merekalah yang paling rentan mengalami ketidakadilan. Dalam hal ini harus ada skala prioritas pelayanan untuk memastikan bahwa siapa yang paling membutuhkan keadilan, maka merekalah sasaran utama dalam pelayanan itu sendiri.
Sama seperti Yesus yang menjangkau semua kalangan, namun tetap memberikan perhatian lebih bagi orang sakit, miskin, orang yang tidak terlayani dan bahkan orang-orang yang dianggap sampah oleh masyarakat.
Penerapan keadilan Allah dengan prinsip Kasih dan Kebenaran dalam gereja akan mampu merestorasi jemaat untuk kehidupan yang lebih baik, membangun persaudaraan dalam kasih, dan menghasilkan jemaat yang visioner dalam kehidupan pribadinya masing-masing.
Untuk membangun kehidupan pelayanan yang utuh dan berkeadilan, maka Gereja harus menerapkan Tri Tugas Pangggilan Gereja yakni Koinonia, Marturia dan Diakonia secara berimbang dan konsisten.
Gereja tidak bisa menitikberatkan pada satu atau dua fungsi saja, namun mengerjakan fungsi itu secara utuh dan berimbang, sama seperti pelayanan Tuhan Yesus yang holistik, maka pelayanan gereja juga harus holistik, sehingga tidak ada yang merasa diabaikan. Semua bisa dijangkau dengan strategi yang tepat salah satunya dengan memberdayakan semua potensi yang ada.
Membangun Keadilan dan Kebenaran dalam Keluarga
Jika keluarga kuat, maka gereja juga akan kuat, dan jika gereja kuat, maka akan memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan negara yang kuat.
Prinsip ini harus kita pahami sebagai bagian dari kontribusi keluarga Kristen untuk membangun kehidupan rohani yang kuat yang berkontribusi bagi pembangunan gereja dan bangsa. Praktek membangun keadilan dalam keluarga Kristen dilandasi dari Efesus 5:22-23.
Dimana dalam nats ini, mengharuskan setiap orang percaya untuk mengambil peran masing-masing sesuai dengan tuntunan Allah. Suami harus mengasihi Istri dan Anak-anaknya, Istri tunduk pada suami dan Anak-anak menghormati orang tua.
Dengan menjalankan peran masing-masing maka keadilan Allah dalam rumah tangga Kristen akan terwujud.
Salah satu esensi dari perwujudan Allah dalam rumah tangga adalah bahwa setiap anggota keluarga wajib mampu berkorban bagi anggota keluarga lainnya, dimana kasih kembali menjadi semangat pendorongnya.
Perilaku egoisme dan mementingkan diri sendiri adalah racun yang menghancurkan keadilan dalam rumah tangga.
Tantangan jaman sekarang ini sungguh mengkuatirkan, dimana dengan perkembangan Teknologi Informasi dewasa ini, telah membangun peradaban yang jauh berbeda dari sebelumnya, dimana setiap pribadi menjadi lebih introvert, mengasingkan diri dari lingkungan keluarga, sibuk dengan diri sendiri, banyak orang tua yang lebih mementingkan kehidupan duniawi dari pada kehidupan rohani anak-anaknya.
Keadaan tersebut telah mengakibatkan kerapuhan dalam fondasi rumah tangga. Hal ini harus menjadi perhatian dari setiap keluarga Kristen dan para Pemimpin Gereja untuk secara serius menjawab tantangan jaman ini dengan lebih serius dan sungguh-sungguh.
Berbagai krisis diprediksi akan terjadi di masa mendatang seperti krisis pangan, krisis energi, krisis Lingkungan, krisis geopolitik disamping krisis gangguan kesehatan, yang akan berdampak pada kedupan sosial, ekonomi, politik dan budaya harus disikapi oleh Gereja dan Umat Kristen dengan keadilan dan kebenaran.
Gereja perlu mempersipakan umat untuk bersama-sama kuat dan mampu mengatasi berbagai krisis dalam terang kebenaran, keadilan dan kasih.
Karena itu Persatuan Inteligensi Kristen Indonensia Sumatera Utara pada Paskah tahun 2022 menyampaikan Pesan Paskah bagi Gereja dan Umat Kristen di Sumatera Utara untuk mempraktekkan keadilan dan kebenaran berdasarkan kasih dan menjadi inspirasi utama bagi umat Kristen dalam merayakan paskah, melampaui tradisi-tradisi gereja dan budaya yang berkembang dimasyarakat modern.
Hendaknya setiap Gereja dan Lembaga Pelayanan Umat Kristen, harus membangun kehidupan pelayanan yang berkeadilan berdasarkan kasih didalam konteks pelayanan masing-masing, sehingga kehadiran gereja dan lembaga pelayanan lainnya terus menerus menjadi agen perubahan untuk membawa kehidupan umat Kristen yang tangguh, mampu survive dan berkemenangan dalam segala tantangan yang ada.
Mendorong setiap keluarga Kristen harus membangun fondasi keluarga yang utuh sesuai dengan Firman Tuhan sebagai benteng utama untuk menghadapi arus Pos Modernisme yang tengah melanda dunia, sehingga rencana Allah dalam kehidupan Keluarga Kristen dapat digenapi dan mampu terus berlari menuju tujuan tersebut terlepas dari apapun tantangan yang ada.
Mendorong Gereja dan Lembaga Pelayaanan Kristen bersama-sama dengan jemaat, harus menjadi corong Allah untuk membawa Suara Nabiah ditengah-tengah praktek ketidakadilan yang melanda seluruh lini kehidupan.
Sama seperti Nabi Amos, Jeremiah, Yesaya dan banyak Nabi-nabi lainnya yang berani bersuara kebenaran ditengah hiruk-pikuk kehidupan duniawi, sekalipun harus berhadapan dengan arus utama.
Semoga Paskah menginspirasi kita untuk menjadi pembawa obor Allah untuk menerangi dunia yang penuh dengan kegelapan ini.
(****)