Simalungun, Ruangpers.com – Ternyata peredaran rokok ilegal atau tanpa cukai masih bebas di wilayah Kabupaten Simalungun.
Seperti ditemukan sejumlah media, Rabu (14/9/2022) lalu, rokok ilegal merek Luffman masih bebas diperjual belikan kepada masyarakat.
Warga sekitar berinisial “S” saat ditanyai wartawan menyebutkan bahwa rokok ilegal itu (Luffman,red) didapat dari salah satu warung, di sekitar Huta Tanjung 1, Kecamatan Bosar Maligas dengan harga Rp. 9000 – 11000 per bungkus.
Menurut “S”, masih banyak warga tidak tahu kalau rokok itu ilegal dan warga umumnya membelinya karena harganya masih terjangkau.
“Kurang informasi warga bang, kalau tahu Luffman rokok ilegal, mungkin masih berpikir juga membelinya,”ujarnya.
Harapannya, semoga pihak Bea Cukai sigap dalam melaksanakan patroli atau razia rokok ilegal di wilayah Simalungun ini, khususnya di Bosar Maligas agar tidak meraja lelala.
Seperti diketahui, peraturan terkait barang kena cukai ini sebelumnya diatur dalam UU No. 39 tahun 2007, namun saat ini diatur pula dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Selaras dengan UU 39/2007, UU HPP ini mencantumkan 2 komoditas yang dikenakan cukai yaitu komoditas yang mengandung etanol dan komoditas hasil tembakau.
Dalam pasal 4 ayat 1 (a) dinyatakan, bahwa komoditas yang mengandung etanol adalah semua “etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya.
“Begitu pula untuk “minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol,” yang diatur dalam pasal 4 ayat 1 (b).
Sedangkan dalam pasal 4 ayat 1 (c), komoditas hasil tembakau adalah seluruh “hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.”
Sanksi Administratif untuk Pelanggaran Cukai
Dalam UU HPP, diatur pula ketentuan mengenai penerapan sanksi administratif terhadap pelanggaran pidana di bidang cukai yang mengubah UU No. 39 tahun 2007.
Menggunakan prinsip ultimum remedium, pelanggar cukai akan dikenakan denda sebesar tiga kali nilai cukai yang harus dibayar dan barang yang diduga sebagai pelanggaran akan menjadi milik negara.
Penyelidikan atau penelitian pelangaran cukai ini pun menjadi cakupan kewenangan pejabat bea cukai. Meskipun begitu, sanksi pidana tetap akan diimplementasikan.
(red)