Medan, Ruangpers.com – Masyarakat Batak Toba memiliki adat istiadat yang kental dalam acara kematian, mulai dari pelepasan jenazah di rumah duka sampai acara penghiburan terhadap keluarga yang ditinggalkan. Setelah acara penguburan, dalam masyarakat Batak Toba terdapat tradisi belasungkawa keluarga kepada orang yang berduka, acara adat untuk kedukaan itu disebut dengan mangapuli.
Mangapuli adalah suatu acara yang dilakukan setelah pemakaman sebagai wujud belasungkawa oleh sanak saudara, tetangga, maupun gereja kepada orang yang sedang berduka untuk penghiburan.
Asal Usul Tradisi Mangapuli
Dilansir dari sebuah penelitian sosiologi, mangapuli merupakan ungkapan tradisional masyarakat Batak Toba yang secara turun temurun disampaikan melalui cerita rakyat yang diceritakan secara lisan oleh para leluhur kepada generasi penerus. Lahirnya mangapuli dilatarbelakangi oleh keadaan sehati, sepikir, sejiwa, mufakat yang merujuk pada sesuatu yang dilakukan untuk mencapai maksud yang ada.
Sejak dahulu mangapuli menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Batak Toba. Mangapuli dalam memang tidak memiliki dokumen tertulis mengenai asal-usulnya, akan tetapi Mangapuli menjadi falsafah yang dipertahankan dan diwariskan melalui cerita rakyat untuk mengintegrasi masyarakat sebagai bentuk solidaritas, dalam menata kelangsungan hidup dan menangani masalah sosial secara bersama-sama sebagai sebuah keluarga.
Makna Tradisi Mangapuli
Mangapuli terdiri dari kata apul yang dalam Bahasa Indonesia memiliki arti kata hibur. Maka mangapuli dalam Bahasa Indonesia memiliki makna menghibur dan penghiburan. Mangapuli berasal dari landasan filosofis Holong dan Parsaoran yang berarti kasih dan persaudaran. Penghiburan dilakukan kepada orang yang sedang mengalami dukacita karena ditinggal mati, kegiatan ini dilakukan atas dasar kasih dan persaudaraan yang ada di tengah-tengah kampung ini.
Menurut masyarakat Batak Toba, mangapuli (penghiburan) dibangun atas lima hal yakni marsihaholongan yang dalam bahasa Indonesia artinya saling mengasihi, parsaoran artinya kebersamaan, marsiurupan artinya saling membantu, marsisarion artinya saling mempedulikan, dan partinaonan artinya saling menanggung dukacita atau beban musibah satu dengan yang lain. Jadi mangapuli tidak muncul begitu saja, melainkan karena ada musibah yang membuat masyarakat merasa penting untuk bahu-mebahu dan peduli kepada yang sedang berduka.
Prosesi Tradisi Mangapuli dan Maknanya
Mangapuli memiliki makna yang mendalam dari pihak keluarga kepada orang yang sedang berduka. Hal tersebut dinyatakan dalam rangkaian prosesi dari mangapuli yang kaya akan nilai sosial dan budaya.
Berikut adalah rangkaian prosesi tradisi mangapuli masyarakat Batak Toba dilansir dari tesis berjudul “Mangapuli sebagai Pendampingan Kedukaan Berbasis Budaya bagi Masyarakat Batak Toba di Desa Hinalang Bagasan Kabupaten Toba” oleh Mawarni Napitupulu.
1.Marria Raja (Kumpul Bersama)
Sebelum melaksanakan mangapuli, terlebih dahulu diadakan ulaon, yang dalam bahasa Indonesia, artinya kegiatan berkumpul antara dalihan na tolu, sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba. Maka, diskusi ini dihadiri oleh hula-hula atau saudara laki-laki dari Ibu yang disebut tulang (paman), kemudian dongan tubu yang artinya saudara semarga dari pihak laki-laki, dan terakhir boru yaitu pihak saudara dari perempuan atau istri.
Ketiga sistem kekerabatan ini berkumpul dan saling berbincang mengenai proses dari mangapuli yang akan dilakukan. Pertemuan ini dilaksanakan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan acara adat.
2.Mangan Indahan Sipaet-paet (Memberi Makan Nasi Pahit)
Setelah acara marria raja (berkumpul bersama) berlangsung, maka kegiatan selanjutnya yang dilakukan dalam mangapuli oleh masyarakat Batak Toba yaitu kegiatan makan bersama yang disebut mangan indahan sipaet-paet. Secara harafiah, mangan indahan sipaet-paet artinya makan nasi pahit. Namun, bukan berarti nasi yang tersebut rasanya pahit melainkan perasaan yang dialami oleh orang yang berdukalah yang pahit.
Hidangan yang disantap dibawakan oleh kerabat untuk menghibur orang yang sedang berduka dan keluarga yang berduka. Dalam hal ini dapat dimaknai bahwa dalam menghibur orang yang berduka, semua kerabat bersama-sama mengalami, merasakan, dan menanggung penderitaan dari orang yang sedang mengalami kedukaan.
3.Mangulosi (Memberikan Kain Tenunan Batak Toba)
Ketiga, kegiatan mangulosi yang ditujukan kepada orang yang sedang berduka. Mangulosi artinya memberikan ulos, kain tenun khas batak Toba, kepada yang mengalami duka. Kegiatan ini dipercayai masyarakat Batak Toba sebagai ungkapan dan penyampaian doa serta harapan, agar orang berduka yang menerima ulos tersebut mendapatkan kekuatan dan berkat dari Tuhan. Biasanya pihak yang memberikan ulos adalah pihak tulang (paman). Jenis ulos (selimut) yang diberikan kepada orang yang sedang mengalami kedukaan adalah ulos saput.
4.Kegiatan mangalehon ulos tujung (Memberikan kain penutup/ikat kepala)
Kegiatan ini dilakukan oleh pihak hula-hula (tulang/paman), orang yang berduka harus memakai Ulos tujung sampai acara penguburan, kemudian ia tidak boleh bekerja selama dalam kedukaannya. Dalam kegiatan mangalehon ulos tujung tersebut dapat dilihat masyarakat Batak Toba adalah orang-orang yang peduli dengan kedukaan keluarga maupun tetangga, karena selama kedukaan tersebut orang yang berduka diperlakukan sangat baik dan penuh perhatian oleh keluarga dan masyarakat Batak Toba lainnya.
5.Panimpuli Mangapuli (Menutup/menyelesaikan penghiburan)
Kegiatan terakhir yang dilakukan dari panimpuli mangapuli yaitu memberikan kata-kata penghiburan (umpasa), kemudian mangungkap tujung (membuka penutup/pengikat kepala), selanjutnya memberikan bahan-bahan simbolik yang telah disediakan, yaitu: aek (air) untuk membasuh muka, aek sitio-tio (air tawar) untuk minum, dan terakhir boras sipirni tondi (beras penguat roh) sambil mengatakan horas, horas, horas.
Melalui mangapuli, masyarakat mengharapkan seseorang yang mengalami kedukaan merasakan betapa besarnya rasa kasih, kepedulian dan saling terbebani rasa kedukaan tersebut. Siapapun yang berduka merasakan bahwa ia tidak hidup sendiri dalam membesarkan dan mengurus anak-anaknya, melainkan ada keluarga yang saling bahu-membahu dalam mengurus anak-anak dan menjalani hidup di hari yang akan datang.
Sumber : detik.com