Medan, Ruangpers.com – Fakta mahasiswi USU, Mahira Dinabila meninggal dunia dengan kondisi mengenaskan.
Mayat Nahira ditemukan pada Rabu (3/5/2023) di rumah orangtua angkatnya di Komplek Rivera, Kecamatan Medan Amplas, pada Rabu (3/5/2023) lalu.
Kondisi mayat Mahira cukup mengenaskan hingga ada yang melepuh.
Lantas begini kronologi mahasiswi USU ditemukan tewas
Mahasiswi USU bernama Mahira Dinabila ditemukan meninggal dunia dalam keadaan wajahnya nyaris jadi tengkorak.
Jasad korban ditemukan oleh keluarga di rumah orang tua angkatnya di Komplek Rivera, Kecamatan Medan Amplas, pada Rabu (3/5/2023) lalu.
Menurut kerabat korban, Muhammad Ridho, jasad korban ditemukan oleh pihak keluarga sudah tergeletak di lantai rumah.
Penemuan itu berawal dari teman korban yang menghubungi pihak keluarga, karena Mahira tidak pernah kuliah padahal waktu itu sedang ada ujian.
Lantaran merasa curiga, keluarga pun langsung mendatangi rumah tempat korban tinggal dan mendapatinya dalam keadaan meninggal dunia.
“Jadi waktu itu malam sekitar jam 11, saya ditelpon di suruh mengantarkan keluarga nya, untuk melihat lokasi. Lalu, saya bawa keluarga nya datang ke lokasi,” kata Ridho kepada Tribun-medan, Senin (8/5/2023).
Ia menjelaskan, setibanya di lokasi dirinya bertemu dengan keluarga yang lain dan termasuk ayah angkat korban bernama Mawardi.
“Waktu itu kondisi rumah masih gelap, di situlah saya lihat korban dalam posisi tergeletak,” sebutnya.
Dikatakannya, didekat jenazah korban juga ditemukan sepucuk surat. Namun, ia tidak mengetahui secara pasti apa isi surat tersebut.
Karena saat itu, surat tersebut langsung di ambil oleh ayah angkat korban yang ketika itu juga ikut masuk menyaksikan jasad korban.
“Sama melihat sekeliling, saya temukan kertas rapi diatasnya pulpen, saya bilang sama om Mawardi ada surat, disenter pakai handphone, lalu dibacanya sepintas. Isi suratnya tentang keluarga,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, ketika itu pihak keluarga sempat cekcok membahas apakah jenazah dilakukan autopsi atau tidak.
“Sempat diskusi soal autopsi, Mawardi bilang sudahlah memang aku yang salah katanya gitu,” ucapnya.
Kemudian, setelah itu jenazah korban pun dibawa ke rumah sakit Bhayangkara Medan.
Di sana, Ridho sempat menyaksikan bahwa ada ditemukan luka di bagian paha korban sebelum dikafani.
“Saya lihat kondisinya dari arah belakang, dibagian kakinya melepuh. Kepalanya saya nggak melihat,” pungkasnya.
Orangtua Korban Ungkap Kejanggalan
Menurut orang tua kandung korban, Pariono, awalnya ia mendapatkan kabar duka tersebut dari pihak keluarga.
Mendapatkan informasi tersebut, di langsung mendatangi lokasi kejadian dan mendapati anaknya sudah dalam keadaan terbungkus.
“Waktu itu saya lihat korban ini sudah terbungkus, lalu ada pihak kepolisian menyuruh saya ngambil Baygon, karena nggak ada yang berani ngambil,” kata Pariono kepada Tribun-medan, Senin (8/5/2023).
“Baygon semprotan bukan botol Baygon, posisinya tertutup rapat, saya ambil saya serahkan kepada polisi,”
“Habis itu polisi menanyakan barang bukti lagi sebuah handphone milik Mahira, tapi ditahan oleh bapak angkat nya, tidak diberikan kepada polisi,” sambungnya.
Kemudian, ia mengatakan jenazah korban langsung dievakuasi ke mobil ambulans dan dibawa ke rumah sakit Bhayangkara Medan.
Lalu, ia pun pergi ke rumah sakit untuk mendampingi jenazah korban, sementara ayah angkat korban bernama Mawardi pergi ke Polsek Patumbak.
“Setelah itu dia (Mawardi) berangkat ke Polsek Patumbak saya mengantar jenazah anak saya ke rumah sakit,” sebutnya.
Pariono juga membeberkan kondisi jenazah saat berada di rumah Sakit Bhayangkara Medan.
“Kondisi jenazah saya nggak pasti tau, karena sudah dibungkus. Kondisi muka ya sudah hancur tinggal tengkorak, tapi badan utuh,” ungkapnya.
Namun, sampai sejauh ini pihak keluarga belum mendapatkan keterangan resmi terkait penyebab dari tewasnya korban.
Dikatakannya, setelah melihat kondisi korban yang begitu mengenaskan dan sudah membusuk, keluarga menduga jenazah korban sudah meninggal sekitar 10 hari.
Pariono juga menceritakan bahwa, putri keempat dari lima bersaudara ini sudah tinggal bersama dengan keluarga Mawardi sejak umur empat bulan.
Korban diangkat oleh keluarga Mawardi, karena tidak memiliki anak.
Lalu, seiring berjalannya waktu Mawardi dan istrinya bercerai dan rumah tersebut jatuh kepada istrinya.
Setelah itu, pada tahun 2020 istrinya meninggal dunia.
Sebelum meninggal dunia, istri Mawardi yang merupakan ibu angkat korban mewariskan rumah tersebut kepada Mahira Dinabila.
Sementara, Mawardi menikah lagi dan tinggal bersama dengan istri barunya.
“Saya pernah lihat surat pernyataan, rumah itu jatuh ke tangan istrinya, dari istrinya rumah itu diserahkan ke korban,” ujarnya.
Sejauh ini, dikatakannya bahwa pihak keluarga masih curiga terhadap kematian korban dan banyak hal ditemukan kejanggalan.
“Banyak sekali, seperti bagian kepala sudah jadi tengkorak dan badannya utuh. Kenapa handphone nya itu, mau dijadikan barang bukti bapak menahannya, tidak dikasih sama polisi,” ujarnya.
“Kedua itu masalah visum, itu tanpa sepengetahuan saya dia (Mawardi) yang mengajukan surat ke Polsek jangan sampai jenazah di autopsi, lalu pagarnya digembok dari luar,” tuturnya.
Lebih lanjut, pria yang berprofesi sebagai penarik becak ini juga menyampaikan bahwa pihaknya masih berencana melaporkan kejanggalan tersebut kepada polisi.
“Tadi kita ke polisi, polisi mengatakan kenapa waktu kejadian itu tidak di autopsi, jadi kemarin saya mengantar jenazah ke rumah sakit,” ungkapnya.
“Sementara bapak angkatnya mengurusi surat ke Polsek, surat yang diajukan nya itu terkait penolakan autopsi,” pungkasnya.
Sumber : tribunnews.com