Simalungun, Ruangpers.com -Sebanyak 17 anggota DPRD Simalungun menggunakan hak interpelasi. Mereka meminta keterangan atau klarifikasi Bupati Simalungun, Radiapoh Hasiholan Sinaga. Permintaan klarifikasi tersebut telah diserahkan kepada Plt Sekwan, pada Selasa (18/1/2022), lalu.
Adapun ke 17 anggota DPRD yang mengajukan hak interpelasi itu yakni, Mariono (PDIP), Irwansyah Purba (Demokrat), Bonauli Rajagukguk (Gerindra), Histoni Sijabat (Demokrat), Erna Purba (Demokrat), dan Aripin Panjaitan (PDIP).
Kemudian, Maraden Sinaga (PDIP), Junita Veronika Munthe (PDIP), Jhon Manat Purba (PDIP), Andre Andika Sinaga (Demokrat), Juarsa Siagian (Gerindra), Ucok Alatas Siagian, dan Jamerson Saragih (Nasdem).
Ada juga Erwin Parulian Saragih (Gerindra), Badri Kalimantan (Gerindra), Yasser Gultom (PDIP), dan Jonson M Sinaga (PDIP).
Dalam jumpa pers yang digelar, di RM Sobat, Jalan H Adam Malik Pematangsiantar, pada Kamis (20/1/2022), Mariono selaku juru bicara menjelaskan, alasan 17 anggota DPRD mengajukan hak interpelasi yakni terkait Surat Keputusan No: 188.45/8125/1.13/2021 tentang Pengangkatan Tenaga Ahli.
Keputusan tersebut dinilai melanggar Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2019 Pasal 102 poin 4 yang menyatakan staf ahli gubernur/bupati diangkat dari PNS yang memenuhi persyaratan.
Ternyata, katanya, tenaga ahli yang diangkat merupakan mantan tim sukses. Walau sudah ditolak, dan anggarannya tidak ditampung, tetapi SK tersebut belum dicabut.
Dengan tidak dicabutnya SK tersebut, lanjutnya, menunjukkan bupati mengadakan perlawanan, yang dibuktikan oknum staf ahli yang diangkat selalu hadir dalam rapat di DPRD dan duduk bersama pimpinan OPD.
“Anggota DPRD juga mempertanyakan soal proses seleksi Sekda. Di mana salah satu syaratnya sesuai Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2011, yaitu peserta seleksi terbukti minimal 3 orang yang lulus diserahkan kepada bupati. Namun pada kenyataannya, hanya 1 orang peserta yang lulus dan namanya diserahkan kepada bupati. Seharusnya seleksi dibuka kembali, namun bupati melakukan pelantikan tanpa melakukan koreksi dari pemerintah atasan, Gubsu, dan KASN,” terangnya.
Hal lainnya, terkait pemberhentian 18 Pejabat Tinggi Pratama yang dinilai semena-mena karena tanpa rekomendasi dari KASN.
Rekomendasi untuk uji kompetensi digunakan untuk pemberhentian dan mencederai Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, dan bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi.
Adanya pelantikan para pejabat fungsional yang belum mendapatkan rekomendasi dari KASN, katanya lagi, bupati dinilai buru-buru, mengabaikan sikap profesional, dan dicurigai mengandung unsur nepotisme.
“Kita minta bupati menyampaikan klarifikasi soal ini, karena kita memandang masalah ini serius. Bupati Simalungun belum menunjukkan respon yang tuntas atas permasalahan ini,” kata Mariono lagi.
Sementara, Hintoni Sijabat dari Partai Demokrat dan Bonauli Rajagukguk dari Partai Gerindra, berharap pimpinan DPRD Simalungun segera merespon dengan baik usulan hak interpelasi ini. Karena ini menyangkut kepentingan masyarakat Simalungun dan untuk kebaikan hubungan DPRD serta eksekutif ke depan, katanya.
(red)