Jakarta, Ruangpers.com – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Tjahjo Kumolo, membeberkan tujuh alasan pemangkasan jabatan struktural Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Seperti diketahui ada tiga jabatan struktural PNS yang dipangkas, yakni eselon III, IV dan V. PNS yang dipangkas eselonnya akan dialihkan ke jabatan-jabatan fungsional.
Menurut Menteri PANRB, pemangkasan jabatan struktural dilakukan bukan hanya untuk penyederhanaan organisasi dan birokrasi, tetapi ada alasan yang mendasarinya.
Ada tujuh alasan yang membuat Kementerian PANRB memutuskan untuk memangkas jabatan struktural PNS, yakni :
- Mengubah pola pikir PNS yang berorientasi jabatan
- Mengoptimalkan kompetensi PNS
- Membuat PNS mengutamakan pelayanan kepada masyarakat
- Memangkas hirarki birokrasi PNS
- Meningkatkan kinerja birokrasi yang dinamis
- Mengubah stigma negatif tentang PNS di masyarakat
- Menghasilkan birokrat berkualitas berbasis kinerja
Tjahjo Kumolo menjelaskan, jabatan struktural umumnya menjadi incaran bagi para birokrat, karena dianggap memiliki kewenangan yang kuat.
Pola pikir birokrat yang seperti itulah yang ingin diubah dengan pemangkasan jabatan strukturl, yang kemudian dialihkan ke fungsional.
“Pada umumnya para birokrat lebih berorientasi pada jabatan struktural, seolah-olah bahwa para pemangku jabatan struktural memiliki kekuasaan dan kewenangan yang sedemikian kuat,” ujar Menteri PANRB, di Jakarta, Jumat (18/6/2021).
Dengan pola pikir seperti itu, lanjutnya, pejabat PNS cenderung melupakan fungsi-fungsi spesifik tugas pemerintahan. Hal itu, membuat kompetensinya sebagai PNS tidak optimal.
Tak hanya itu, dengan berorientasi pada jabatan struktural, PNS seringkali cenderung meminta dilayani daripada melaksanakan tugas utamanya.
Padahal, tugas utama setiap PNS adalah memberikan pelayanan bagi masyarakat.
“Melalui penyederhanaan birokrasi, pola pikir seperti ini akan kita ubah menjadi pola pikir yang lebih mengoptimalkan fungsi-fungsi spesifik tugas pemerintahan yang mengutamakan pelayanan kepada masyarakat,” tutur Tjahjo Kumolo.
Dia memaparkan, penyederhanaan jabatan struktural menjadi dua level saja, juga dimaksudkan untuk memangkas rangkaian hierarki birokrasi dalam pengambilan keputusan yang terlalu panjang, sehingga menghambat proses pelayanan publik.
Harapannya akan berdampak pada peningkatan kinerja birokrasi, termasuk upaya untuk membuat birokrasi menjadi lebih gesit, dinamis, dan mudah melakukan penyesuaian terhadap perubahan lingkungan strategisnya.
Proses tersebut tidak serta merta memindahkan kewenangan, tetapi dengan pertimbangan matang untuk menjaga agar tidak ada pihak yang dirugikan. ASN yang terdampak pengalihan jabatan ini juga harus memenuhi kriteria tertentu dalam suatu jabatan fungsional.
“Kita tidak ingin proses pengalihan ini menjadi ‘jabatan fungsional rasa struktural’,” kata Tjahjo Kumolo. Sementara itu, Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB, Alex Denni, menyampaikan penyederhanaan jabatan ini harus berpengaruh pada pengembangan SDM.
Pembangunan SDM lebih banyak bersifat perubahan perilaku. Namun perubahan perilaku tidak bisa diselesaikan hanya dengan regulasi. Menurut Alex, perilaku PNS yang tanpa sadar mempengaruhi ‘branding’ yang melahirkan stigma negatif PNS di mata masyarakat. “Karena itu perubahan _mindset_ penting dilakukan, karena mempengaruhi apa yang dilakukan, dan berpengaruh pada apa yang dihasilkan,” ungkap Alex.
Menurutnya, setiap PNS harus berpikir bahwa keberlangsungan kariernya hanya ditentukan oleh kinerja dan kapasitasnya. Jika itu bisa tertanam dan menjadi pola pikir, dan tidak hanya mengejar jabatan struktural, instansi pemerintah akan mendapatkan birokrat yang lebih baik.
Setiap instansi memiliki ekspektasi saat merekrut calon PNS. Ekspektasi tersebut harus disampaikan kepada calon PNS secara transparan.
“Sehingga jika PNS yang baru tidak mencapai ekspektasi itu, harus ada instrumen yang membuat hubungannya putus,” ujar Alex.
Dia menyampaikan, ekspektasi dan arah kerja instansi pemerintah memiliki nilai inti yang berbeda-beda. Saat ini, jajarannya sedang mengkaji untuk memberikan usulan regulasi mengenai nilai inti yang bisa diterapkan seluruh instansi pemerintah.
Nantinya, setiap PNS berkiblat pada nilai inti tersebut, karena nilai tersebut tidak akan berubah meski ada pergantian pimpinan. Nilai inti itu bisa menjadi fondasi diatas Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. “Kementerian dan lembaga bisa membangun institusinya diatas _core value_ tersebut, sehingga bisa menyinergikan mencapai visi misi Indonesia maju,” tutur Alex.
Sumber : iNews.id